Minggu, 24 Juni 2012

upaya mengatasi masalah rumah tangga




KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan berkah, rahmat dan nikmatnya, dengan nikmat dan berkah-Nya lah  tugas makalah ini dapat terseleseikan dengan baik. Yang mana penulisan makalah ini diajukan sebagai tugas akhir semester 4 dalam mata kuliah “perkawinan, talak dan rujuk” juga merupakan syarat untuk mengikuti ujian akhir semester 4 ini.
 Hal ini juga tidak terlepas dari bantuan pihak-pihak yang lain yang bersangkutan, maka dari itu kami mengucapkan terima kasih banyak atas segala bantuannya.
Masukan, kritik dan saran untuk menyempurnakan materi dari tugas ini sangat diharapkan untuk perbaikan tugas ini.Demikianlah yang dapat penulis sampaikan pada kesempatan ini, penulis berharap mudah-mudahan tulisan ini dapat bermanfaat bagi para pemakainya.




Padang,  januari 2011


penulis





PENDAHULUAN

”Pernikahan adalah ikrar dua orang mempelai untuk hidup berpasangan, dalam agama islam, hidup berpasangan merupakan fitrah, bukan hanya manusia yang di-setting untuk hidup berpasangan, tetapi mahluk lain, seperti hewan dan tumbuh-tumbuhan pun di ciptakan Tuhan dengan berpasangan-pasangan. Seperti Firman Allah yang artinya ”Segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan agar kamu menyadari kebesaran Allah” (QS. Az Zariat: 49).
Akan tetapi tidak semua pasangan pernikahan yang lepas dari permasalahan, baik besar maupun yang terkecil sekalipun.untuk itu diperlukan tuntunan yang dapat menghindari dan mengatasi permasalahan dalam hidup berkeluarga.
Menikah adalah sesuatu yang didambakan oleh setiap manusia normal. Menikah juga dipandang sakral oleh semua agama. Tetapi hidup berumah tangga itu  sendiri merupakan misteri dari kebahagiaan. Ada orang yang hidup dengan amat sangat sederhana, tetapi mereka merasakan kebahagiaan yang prima dalam kehidupan rumah tangganya. Sebaliknya ada orang yang memiliki kelengkapan fasilitas hidup, sandang pangan papan, hiburan, kendaraan, uang, perhiasan dan sebagainya, tetapi

mereka tidak menemukan yang didambakan, sebaliknya, semua kelengkapan materi itu justru tak bermakna apa-apa. Dalam pandangan Islam pernikahan adalah suci, sunnah rasul dan Ibadah. Oleh karena itu setiap muslim seyogyanya menikah secara Islam, berumah tangga secara Islam dan hidup secara Islam. Perselisihan dalam rumah tangga, bahkan perceraian, adalah sesuatu yang manusiawi belaka, tetapi al Qur’an menganjurkan untuk selalu islah, memperbaiki diri, dan memilih jalan yang terbaik.


UPAYA MENGATASI MASALAH
 DALAM RUMAH TANGGA


A. Problema Kehidupan Berkeluarga

Problema di seputar perkawinan atau kehidupan berkeluarga berada di sekitar:

  1. Kesulitan memilih jodoh/kesulitan mengambil keputusan siapa calon    suami/isteri;
b.    Ekonomi keluarga yang kurang tercukupi;
  1. Perbedaan watak, temperamen dan perbedaan kepribadian yang terlalu       tajam antara suami isteri;
d.    Ketidak puasan dalam hubungan seksual;
e.    Kejenuhan rutinitas;
f.     Hubungan antar keluarga besar yang kurang baik
g.    Ada orang ketiga, atau yang sekarang popular dengan istilah
      WIL (wanita idaman lain) dan PIL (pria idaman lain) selingkuh;
h.    Masalah Harta dan warisan;
i.     Menurunnya perhatian dari kedua belah pihak suami isteri;
j.     Dominasi dan interfensi orang tua/ mertua;
k.    Kesalah pahaman antara kedua belah pihak;
l.     Poligami;
m.  Perceraian.




B.  Cara Mengatasi Masalah Pernikahan Melalui Konseling

Dari berbagai problem kerumah tangaan seperti tersebut diatas, maka konseling perkawinan menjadi relevan, yakni membantu agar client dapat menjalani kehidupan rumah tangga secar benar, bahagia dan mampu mengatasi problem-problem yang timbul dalam kehidupan perkawinan. Oleh karena itu maka konseling perkawinan pada prinsipnya berisi dorongan untuk mengingat atau menghayati kembali prinsip-prinsip dasar, hikmah, tujuan dan tuntunan hidup berumah tangga menurut ajaran Islam. Konseling diberikan agar suami/istri menyadari kembali posisi masing-masing dalam keluarga dan mendorong mereka untuk melakukan sesuatu yang terbaik bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk keluarganya.

Jika memperhatikan kasus perkasus maka konseling perkawinan diberikan dengan tujuan:
a.    Membantu pasangan perkawinan itu mecegah terjadinya/meletusnya problema yang mengganggu kehidupan perkawinan mereka.
b.    Pada pasangan yang sedang dilanda kemelut rumah tangga, konseling diberikan dengan maksud agar mereka bisa mengatasi sendiri problema yang sedang dihadapi.
c.    Pada pasangan yang berada dalam tahap rehabilitasi, konseling diberikan agar mereka dapat memelihara kondisi yang sudah baik menjadi lebih baik.

C. Prinsip-Prinsip Dasar Perkawinan

Prinsip-prinsip dasar perkawinan Islam yang harus diketahui oleh setiap  muslim dapat dirumuskan sbb :

1.    Dalam memilih calon suami/istri, faktor agama dan akhlak calon pasangan harus menjadi pertimbangan pertama sebelum keturunan, rupa dan harta, sebagaimana diajarkan oleh rasul dalam hadisnya.

Artinya: “Wanita itu dinikahi karena empat pertimbangan, kekayaannya, nasabnya, kecantikannya dan agamanya. Pilihlah wanita yang beragama niscaya kalian beruntung.” (H.R. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)

Artinya: “Pilihlah gen bibit keturunanmu, karena darah (kualitas manusia) itu menurun.” (H.R. Ibnu Majah)

2.   Bahwa nikah atau hidup berumah tangga itu merupakan sunnah rasul bagi yang sudah mampu. Dalam kehidupan berumah tangga terkandung banyak sekali keutamaan yang bernilai ibadah, menyangkut aktualisasi diri sebagai suami/istri, sebagai ayah/ibu dan sebagainya. Bagi yang belum mampu disuruh bersabar dan berpuasa, tetapi jika dorongan nikah sudah tidak terkendali padahal ekonomi belum siap, sementara ia takut terjerumus pada perzinaan, maka agama menyuruh agar ia menikah saja, Insya Allah rizki akan datang kepada orang yang memiliki semangat menghindari dosa, entah dari mana datangnya (min haitsu la yahtasib). Nabi bersabda:

Artinya: “Wahai pemuda, barang siapa diantara kalian sudah mampu untuk menikah nikahlah, karena itu dapat mengendalikan mata (yang jalang) dan memelihara kesucian kehormatan (dari berzina) dan barang siapa yang belum siap, hendaknya ia berpuasa, karena puasa bisa menjadi obat (dari dorongan nafsu).” (H.R. Bukhari Muslim)


Firman Allah;
Artinya: “Kawinkanlah orang-orang yang masih sendirian diantara kamu dan orang-orang yang layak nikah diantara hamba-hamba sahayamu yang laki dan yang perempuan. Jika mereka fakir, Allah akan memampukan mereka dengan karuniaNya. Allah Maha luas (pemberiannya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. an Nur: 32)

3.   Bahwa tingkatan ekonomi keluarga berhubungan dengan kesungguhan berusaha, kemampuan mengelola (manajemen) dan berkah dari Allah SWT. Ada keluarga yang ekonominya pas-pasan tetapi hidupnya bahagia dan anak-anaknya bisa sekolah sampai jenjang tinggi, sementara ada keluarga yang serba kecukupan materi tetapi suasananya gersang dan banyak urusan keluarga dan pendidikan anak terbengkalai. Berkah artinya terkumpulnya kebaikan ilahiyyah pada seseorang/ keluarga/ masyarakat seperti terkumpulnya air di dalam kolam.

Secara sosiologis, berkah artinya terdayagunanya nikmat Tuhan secara optimal. Berkah dalam hidup tidak datang dengan sendirinya tetapi harus diupayakan.

Firman Allah:
Artinya: “Sekiranya penduduk negeri-negeri itu beriman dan bertaqwa, niscaya kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan dari bumi

tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat kami) itu, maka kami akan siksa mereka disebabkan oleh perbuatan mereka.”  (QS. al A’raf: 96)



Al Hadis:
Artinya: “Allah menyayangi orang yang bekerja secara halal, membelanjakan hasil secara sederhana, dan mengutamakan sisa (tabungan) untuk kekurangan dan kebutuhannya (di waktu mendatang).” (H.R. Ibn. Najjar dari Aisyah)

4.   Suami istri bagaikan pakaian dan pemakainya. Antara keduanya harus ada kesesuaian ukuran, kesesuain mode, asesoris dan pemeliharaan kebersihan. Layaknya pakaian, masing-masing suami dan istri harus bisa menjalankan fungsinya sebagai (1) penutup aurat (sesuatu yang memalukan) dari pandangan orang lain, (2) pelindung dari panas dinginya kehidupan, dan (3) Kebanggaan dan keindahan bagi pasangannya. Dalam keadaan tertentu pakaian mungkin bisa diperkecil, dilonggarkan, ditambah asesoris dan sebagainya. Mengatasi perbedaan selera kecendrungan dan hidup antara suami istri, diperlukan pengorbanan kedua belah pihak. Masing-masing harus bertanya: Apa yang dapat saya berikan bukan apa yang saya mau.

      Firman Allah;
Artinya: “Mereka (istri-istrimu) adalah (ibarat) pakaian kalian, dan kalian adalah (ibarat) pakaian mereka.”  (QS. al Baqarah: 187)

Al Hadis;
Artinya: “Sebaik-baik kamu adalah orang yang paling baik terhadap istrinya, dan aku (Nabi) adalah orang yang paling baik terhadap istri.” (H.R. Turmuzi dari Aisyah)

5.   Bahwa cinta dan kasih sayang (mawaddah dan rahmah) merupakan sendi dan perekat rumah tangga yang sangat penting. Cinta adalah sesuatu yang suci, anugerah Tuhan dan sering tidak rational. Cinta dipenuhi nuansa memaklumi dan memaafkan. Kesabaran, kesetiaan, pengertian, pemberian dan pengorbanan akan mendatang/ menyuburkan cinta, sementara penyelewengan, egoisme, kikir dan kekasaran akan menghilangkan rasa cinta. Hukama berkata:
“Tanda-tanda cita sejati ialah (1) engkau lebih suka berbicara dengan dia (yang kau cintai) dibanding berbicara dengan orang lain, (2) engkau lebih suka duduk berduaan dengan dia dibanding dengan orang lain, dan (3) engkau lebih suka mengikuti kemauan dia dibanding kemauan orang lain/diri sendiri).” 

Firma Allah;
Artinya: “….Sekiranya engkau (Nabi) kasar dan keras hati (kepada sahabat-sahabatnya), niscaya mereka lari dari sisimu.” (QS. Ali Imran: 159)

Al Hadis;
Artinya: “Tidak bisa memuliakan wanita kecuali lelaki yang mulia, dan tidak sanggup menghina wanita kecuali lelaki yang tercela/ hina.”?

6.   Bahwa salah satu fungsi perkawinan adalah untuk menyalurkan hasrat seksual secara sehat, benar dan halal. Hubungan suami istri (persetubuhan) merupakan hak azazi, kewajiban dan kebutuhan bagi kedua belah pihak. Persetubuhan yang memenuhi tiga syarat (sehat, benar, halal) itulah yang berkulitas, dan dapat mendatangkan ketentraman (sakinah). Oleh karena itu, masing-masing suami istri harus menyadari bahwa hal itu bukan hanya hak bagi dirinya, tetapi juga hak bagi yang lain dan kewajiban bagi dirinya. Dalam Islam, hubungan seksual yang benar dan halal adalah ibadah.


Firman Allah:
Artinya: “Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentraman kepadanya, dan dia menjadikan rasa kasih sayang diantaramu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS. ar Rum: 21)

Artinya: “Nabi bersabda: Persetubuhan dengan istrimu itu memperoleh pahala. Para sahabat bertanya; Apakah orang yang menyalurkan syahwatnya dapat pahala? Nabi menjawab: Tidakkah kalian tahu bahwa jika ia menyalurkan hasratnya di tempat yang haram, maka ia berdosa.?, Nah, demikian pula jika menyalurkan hasratnya kepada istrinya yang halal, maka ia memperoleh pahala.” (H.R. Muslim)

7.   Bahwa pergaulan dalam rumah tangga juga membutuhkan suasana dinamis, dialog dan saling menghargai. Kekurangan keuangan keluarga misalnya oleh orang bijak dapat dijadikan sarana untuk menciptakan suasana dinamis dalam keluarga. Sebaliknya suasana mapan yang lama (baik mapan cukup maupun mapan dalam kekurangan) dapat menimbulkan suasana rutin yang menjenuhkan. Oleh karena itu suami istri harus pandai menciptakan suasana baru, baru dan diperbaharui lagi, karena faktor kebaruan secara psikologis membuat hidup menjadi menarik. Kebaruan tidak mesti dengan mendatangkan hal-hal yang baru, tetapi bisa juga barang lama dengan kemasan baru.

8.   Salah satu penyebab kehancuran rumah tangga adalah adanya orang ketiga bagi suami atau bagi istri (other women/ man). Datangnya orang ketiga dalam rumah tangga bisa disebabkan karena kelalaian/kurang waspada (misalnya kasus adik ipar atau pembantu, atau karena pergaulan terlalu bebas (ketemu bekas pacar atau teman sekerja), atau karena ketidak puasan kehidupan seksual, atau karena kejenuhan rutinitas. Suami/istri harus saling mempercayai, tetapi harus waspada terhadap kemungkinan masuknya virus orang ketiga.

Artinya: “Nabi melarang seorang lelaki memasuki kamar wanita yang bukan muhrim. Seorang sahabat menanyakan boleh tidaknya memasuki kamar saudara ipar. Nabi menjawab: Masuk ke kamar ipar itu sama dengan maut (berbahaya).”

Artinya: “Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir, untuk bepergian selama tiga hari tanpa disertai muhrimnya.” (H.R. Bukhari, Muslim dan abu Daud, dari Ibn Umar)

9.   Bahwa perkawinan itu bukan hanya mempertemukan dua orang; suami dan istri, tetapi juga dua keluarga besar antar besan. Oleh karena itu suami/istri harus bisa berhubungan secara proposional dengan kedua belah pihak keluarga, orang tua, mertua adik, ipar dst.

10.      Bahwa masalah harta benda sering menjadi sumber perselisihan keluarga, baik selagi masih hidup maupun setelah ditinggal mati (warisan). Orang tua diajarkan untuk berlaku adil terhadap anak-anaknya -termasuk dalam hal pemberian harta-. Ada dua jalan untuk mengalihkan hak pemilikan harta orang tua kepada anak, yaitu hibah, yakni pemberian ketika orang tua masih hidup, dan pembagian harta warisan setelah orang tua mati. Pedoman pembagian harta warisan dalam Islam sudah sangat jelas, tetapi kesepakatan keluarga (ahli waris) dapat membuat keputusan lain dalam pembagian harta. Harta waris yang diperoleh dengan cara rebutan/ perselisihan biasanya tidak berkah, karena cara perolehannya disertai rasa permusuhan/tidak ridha.


Firman Allah;
Artinya: “Dan Janganlah  sebagian kamu memakan harta dari sebagian yang lain di antaramu dengan jalan yang batil, dan janganlah kamu membawa urusan harta itu ke pengadilan supaya kamu dapat menguasai (harta orang lain) dengan cara dosa, padahal kamu mengetahui (kesalahanmu).” (QS. al Baqarah: 188)

11.      Bahwa karena selalu berdekatan, komunikasi antara suami istri biasanya menjadi sangat intens.Keharmonisan hubungan antara suami istri dipengaruhi oleh kesamaan atau keseimbangan watak/ temperamen, kesamaan hobbi, kedekatan visi dan sebagainya. Keharmonisan suami istri akan terwujud jika masing-masing berfikir untuk memberi, bukan untuk menuntut, saling menghargai, bukan saling merendahkan. Dalam kehidupan, seringkali dijumpai bahwa kesulitan yang dihadapi justru mengandung hikmah yang besar, asal orang dapat menerima dan menghadapi secara benar dan sabar. Istri biasanya kurang senang dinasehati suami jika nasehat itu seperti nasehat guru kepada murid, meskipun ia mengakui kebenaran nasehat suaminya, demikian juga sebaliknya.seperti Firman Allah dalam surah an Nisa ayat 19 sebagai berikut:

Artinya: “Wahai orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan secara paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebahagian dari apa yang telah engkau berikan kepada mereka, terkecuali jika mereka melakukan perbuatan keji yang nyata. Pergaulilah mereka dengan secara patut, tetapi jika kamu tidak menyukai mereka (maka bersabarlah), karena boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.”  (QS. an Nisa: 19)

Al Hadis:
‘Tidak bisa memuliakan wanita, kecuali lelaki yang mulia juga, dan tidak sanggup merendahkan derajat wanita kecuali lelaki yang rendah (tercela) juga.”

12.      Pada dasarnya sistem perkawinan dalam Islam adalah monogami. Poligami diperbolehkan hanya dalam keadaan tertentu, bagaikan pintu darurat, dan dengan persyaratan-persyaratan yang berat. Secara sosiologis, poligami terjadi disebabkan oleh banyak hal, antara lain:
      • Suami hanya menuruti dorongan syahwatnya tanpa mengukur tanggung jawabnya;
      • Istri kurang mengerti hal-hal yang dapat mengikat perasaan suami tetap konsentrasi dirumah;
      • Pergaulan yang terlalu akrab dengan wanita lain, misalnya karena setiap hari selalu bersama (seperti teman sekerja), atau karena simpati kepada problem yang dihadapi si wanita itu sehingga si lelaki terdorong ingin menjadi dewa penolong;
      • Perpisahan yang terlalu lama antara suami dan istri;
      • Campur tangan luar atau pelecehan harga diri suami oleh istri/ keluarga sehingga suami merasa tidak berwibawa di rumah, dan selanjutnya mencari kewibawaan di luar rumah;
      • Isteri tak berdaya menghadapi ke hendak suami atau sefaham bahwa poligami itu manusiawi saja.

Poligami yang dilakukan demi menjaga kesucian adalah lebih baik daripada toleransi terhadap perzinahan. Ungkapan yang berbunyi; jika ingin makan daging kambing cukup beli sate, tidak harus repot-repot memelihara kambing, sebenarnya adalah ungkapan sesat dari orang bodoh.

Seorang bijak mengatakan bahwa poligami hanya bisa dilakukan oleh tiga orang, yaitu: 

Ø  Oleh “raja”, dengan kekuasaannya ia dapat mengatur istri-istrinya;
Ø  Oleh orang berilmu, dimana dengan ilmunya ia bisa memanaj     keluarga besarnya;
Ø  Orang ngawur, dimana ngawurnya itu membuatnya tak perduli dengan problem;
Ø  Perceraian. Dilihat dari sudut hak dan kewajiban, perkawinan merupakan kontrak sosial yang mengikat antara suami istri, yakni bahwa suami memikul kewajiban yang melahirkan hak, sebagaimana juga istri memiliki hak-hak yang lahir dari kewajiban yang dipikulnya.

 Jika salah satu pihak tidak menjalankan kewajibannya, maka hal itu berpengaruh kepada hak-hak yang dimilikinya, dan sebaliknya menjadi hak bagi pihak lain yang menggugatnya. Misalnya; suami wajib memberi nafkah keluarga, yang dengan itu suami memiliki hak untuk memimpin rumah tangga. Jika suami ternyata tidak sanggup memberi nafkah, sebaliknya istri justru bekerja keras dan bisa memberi nafkah keluarganya, maka hak kepemimpinan suami dalam rumah tangga pasti menjadi tidak penuh karena terdesak oleh kontribusi yang diberikan oleh istri.

Ta’lik talak yang diucapkan suami setelah akad nikah merupakan bentuk perlindungan kepada istri dari kelalaian suami.

Jika suami/istri merasa bahwa hak-hak mereka tidak dipenuhi sementara jalan keluar tidak ada maka agama memberikan jalan keluar kepada pasangan itu untuk memilih satu dari dua pilihan: kembali bersatu secara terhormat, atau berpisah secara baik-baik.

Firman Allah;
Artinya: “Talak yang dapat dirujuk hanya dua kali, setelah itu boleh rujuk dengan cara yang ma’ruf atau menceraikannya dengan cara yang baik (QS. al Baqarah: 229).”

Perceraian (talak) adalah sesuatu yang dihalalkan tetapi tidak disukai Tuhan.

Al Hadis;
Artinya: “Sesuatu yang halal yang sangat dimurkai Allah adalah talak.”

Untuk mencegah terjadinya perceraian, dianjurkan keluarga turun tangan, yakni dengan mengirimkan tenaga mediasi (hakam) dalam Al Qur’an Allah berfirman dalam surah an Nisa ayat 35.
Artinya: “Jika kamu khawatirkan terjadi persengketaan diantara keduanya (suami istri), maka kirimkanlah seorang pendamai (pendamai) dari keluarga suami dan dari keluarga istri. Jika kedua juru damai itu berniat untuk mendamaikan, niscaya Allah akan memberikan taufiq kepada suami istri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. an Nisa: 35)

Perceraian yang ke I dan yang ke II (talak raj’i) tidak langsung memutuskan hubungan, oleh karena itu disediakan peluang untuk rujuk selama masa ‘iddah. Masa ‘iddah merupakan peluang bagi kedua belah pihak untuk merenungkan kembali hubungan diantara mereka. Pada rumah tangga yang berantakan, anak-anak biasanya menjadi korban pertama dari apa yang dilakukan orang tuanya.

13.      Dalam menghadapi  prahara rumah tangga dibutuhkan kesabaran dari kedua belah pihak. Sabar artinya; tabah hati tanpa mengeluh, dalam menghadapi cobaan dan rintangan, dalam jangka waktu tertentu, dalam rangka mencapai tujuan. Orang bisa sabar, jika ingat tujuan. Masing-masing suami dan istri harus selalu mengingat tujuan mereka membangun rumah tangga, tujuan mendidik anak sampai jadi, dan tujuan hidup itu sendiri. Meski demikian, sabar ada batasnya jika sekiranya ketabahan dan kesabaran yang dilakukan dalam jangka waktu tertentu sedikitpun  tidak membawa perbaikan, sebaliknya semakin terpuruk dalam kesulitan, maka agama memberi peluang untuk mencari jalan keluar yang terbaik, meski dalam bentuk perceraian. Perceraian yang terjadi setelah melampaui babak kesabaran pada umumnya membawa kebaikan kedua belah pihak. Kesabaran dituntut terutama ketika awal mula mendapat gempuran prahara (as sobru ‘inda as sodmat al ‘ula). Jika pada gempuran pertama dapat bersabar, maka biasanya dalam melampaui tahap-tahap berikutnya prahara itu menjadi lebih ringan, dan solusinya terkendali.

D. Azas Konseling Perkawinan
Dengan memperhatikan kasus yang sedang dialami oleh masing-masing pasangan,   dan dengan berpedoman kepada ajaran Islam tentang kehidupan perkawinan, maka konseling diberikan dengan azas-azas sebagai berikut:
1.    Prinsip kebahagian seperti yang terkandung dalam ungkapan My house is my castle atau baiti jannati, haruslah mengacu pada konsep kebahgiaan seperti yang diajarkan oleh al Qur’an, yaitu falah, fauz dan sa’adah, yakni kebahagiaan dunia akhirat, kebahagiaan yang diridhai Allah, bukan kebahagiaan palsu.
2.    Bahwa rumah tangga yang bahagia (keluarga sakinah) itu berdiri atas sendi kasih sayang, atau mawaddah wa rahmah.
3.    Bahwa suami istri itu harus berkomunikasi atau musyawarah, menyangkut urusan mereka.
4.    Bahwa rumah tangga itu ibarat kapal yang harus di nakhodai dengan hati-hati dan sabar.
5.    Dalam perselisihan keluarga, kedua belah pihak harus mengutamakan kemaslahatan dari pada kemenangan.

E. Konselor dan Klien

Klien dari konseling perkawinan adalah orang yang memilih atau akan mengambil keputusan, yang perlu diarahkan dalam menentukan calon suami/isteri dan pasangan rumah tangga yang sedang mengalami problem komunikasi atau problem kejiwaan lainnya.
Konselor perkawinan haruslah orang yang mengerti ajaran Islam tentang perkawinan, menghayati psikologi suami isteri dan menguasai tehnik konseling.





 PENUTUP

Dalam sistem ajaran islam,Keluarga memiliki kedudukan yang sangat penting dan merupakan cikal bakal, sumber inspirasi dan pondasi peradaban,artinya melalui keluargalah kaum muslimin mengawali derap langkah pengabdian yang sesungguhnya, mulai dari menata dirinya, agar siap memasuki jenjang perkawinan, mengelola keluarga, serta menyiapkan generasi masa depan yang mampu berkompetisi dan berakhlak mulia.Dengan mengetahui di seputar masaalah keluarga di harapkan mampu menghadapi dan mengatasinya dalam koredor tuntunan ajaran agama Islam.q




 Daftar Pustaka

Al Qur’an terjemahan Departemen Agama RI. Tahun 2004.
Al Hadis Shohih Bukhori.
Ahmad Mubarok. DR.H. MA   Konseling perkawinan. PT.Bina Rena Pariwara Cetakan ketiga Tahun 2002.
Dadang Hawari, Prof. DR. dr. H.      Marriage counseling. Balai Penerbit FK.UI.Jakarta tahun 2006.
Pedoman Nasehat Perkawinan Badan Penasehatan Perkawinan Perselisihan dan perceraian (BP.4) Pusat tahun  1985.
Pedoman Pejabat Urusan Agama Islam, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji Jakarta, tahun 2005.



Makalah psikologi konseling


KATA PENGANTAR
      

               Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Tuhan YME atas segala limpahan rahmat dan karunia –Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “ Peranan Orangtua Dalam Membina Akhlak Remaja”.
               Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai salah satu syarat dalam memenuhi nilai tugas akhir semester mata kuliah psikologi keluarga. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini, terutama kepada dosen pembimbing.
Dalam penulisan makalah ini, penulis  berusaha semaksimal mungkin mungkin, namun penulis menyadari karya tulis ini jauh dari kesempurnaan dan harapan.Hal ini di sebabkan oleh keterbatasan kemampuan dan ilmu penulis. Untuk itu penulis mengharapkan kritikan dan masukan guna kesempurnaan tulisan ini untuk masa mendatang.

               Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini berguna dan bermanfaat bagi semua pihak.




                                                                                     Padang,    Januari 2011


                                                                                                Penulis        




BAB I
PENDAHULUAN

          Keluarga sebagai unit sosial terkecil dalam masyarakat mempunyai  peranan yang sangat besar dalam mempengaruhi kehidupan dan perilaku anak remaja. Kedudukan dan fungsi keluarga dalam kehidupan manusia bersifat fundamental karena pada  hakekatnya keluarga merupakan wadah pembentukan watak dan akhlak.
Tempat  perkembangan  awal  seorang  anak  sejak  dilahirkan  sampai  proses pertumbuhan dan perkembangannya baik jasmani maupun rohani  adalah lingkungan keluarga,oleh karena itu di dalam  keluargalah  dimulainya  pembinaan  nilai  akhlak karimah  ditanamkan  bagi  semua  anggota  keluarga  termasuk  terhadap  remaja.
Masa remaja (terutama masa remaja awal) merupakan satu fase perkembangan manusia  yang  memiliki  arti  penting bagi  kehidupan  selanjutnya,  karena  kualitas kemanusiaannya di masa tua banyak ditentukan oleh caranya menata dan membawa dirinya dimasa muda. Perubahan yang dialami pada masa ini terjadi secara kodrati dan para ahli menyebutnya sebagai masa transisi (peralihan).
Masa peralihan yang terjadi pada remaja sangat membingungkan, dalam masa peralihan ini remaja sedang mencari identitasnya. Dalam proses perkembangannya, masa ini senantiasa diwarnai oleh konflik-konflik internal, cita-cita yang melambung, emosi yang tidak stabil serta mudah tersinggung. Oleh karena itu remaja membutuhkan bimbingan dan bantuan dari orang-orang terdekat seperti orang tuanya.
Peran dan tanggungjawab orang tua mendidik anak remaja dalam keluarga sangat dominan sebab di tangan orang tuanyalah baik dan buruknya akhlak remaja. Pendidikan dan pembinaan akhlak merupakan hal paling penting dan sangat mendesak untuk dilakukan dalam rangka menjaga stabilitas hidup. Dalam ajaran agama Islam masalah akhlak mendapat perhatian yang sangat besar sebagaimana sabda Nabi ”Sempurnanya iman seorang mukmin adalah mempunyai akhlak yang bagus”. Dan dalam riwayat lain dikatakan ”Sesungguhnya yang dicintai olehku (Nabi Muhammad SAW) adalah mereka yang mempunyai akhlak yang bagus”.
Mengingat masalah akhlak adalah masalah yang penting seperti sabda Nabi di atas, maka dalam mendidik dan membina akhlak remaja orang tua dituntut untuk dapat berperan aktif karena masa remaja merupakan masa transisi yang kritis seperti dikemukakan oleh Hurlock (dalam istiwidayanti : 1992) bahwa masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak menuju dewasa sehingga individu pada masa ini mengalami berbagai perubahan baik fisik, perilaku dan sikap sehingga perubahan ini patut diwaspadai.
Oleh karena itu peranan orang tua sebagai pendidik pertama dan utama dalam menanamkan nilai-nilai akhlak karimah terhadap para remaja yang bersumberkan ajaran agama Islam sangat penting dilakukan agar para remaja dapat menghiasi hidupnya dengan akhlak yang baik sehingga para remaja dapat melaksanakan fungsi sosialnya sesuai dengan norma agama, norma hukum dan norma kesusilaan.









BAB II
PEMBAHASAN

Dewasa ini dengan terjadinya perkembangan global disegala bidang kehidupan selain mengindikasikan kemajuan umat manusia disatu pihak, juga mengindikasikan kemunduran akhlak di pihak lain. Di samping itu, era informasi yang berkembang pesat pada saat ini dengan segala dampak positif dan negatifnya telah mendorong adanya pergeseran nilai di kalangan remaja.
Kemajuan kebudayaan melalui pengembangan IPTEK oleh manusia yang tidak seimbang dengan kemajuan moral akhlak, telah memunculkan gejala baru berupa krisis akhlak terutama terjadi dikalangan remaja yang memiliki kondisi jiwa yang labil, penuh gejolak dan gelombang serta emosi yang meledak-ledak ini cenderung mengalami peningkatan karena mudah dipengaruhi.Gejala akhlak remaja yang cenderung kurang hormat terhadap orang tua, melawan orang tua, terjerumus dalam perilaku sex bebas, kurang disiplin dalam beribadah, mudah terpengaruh aliran sesat, pendendam, menjadi pemakai obat-obatan, berkata tidak sopan, pendusta, tidak bertanggungjawab dan perilaku lainnya yang menyimpang telah melanda sebagian besar kalangan remaja.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sahabat Anak Remaja (Sahara) Indonesia Foundation pada Tahun 2007 sedikitnya ada 38.288 remaja di Kabupetan Bandung diduga pernah melakukan hubungan intim di luar nikah atau melakukan seks bebas. Hasil penelitian PLAN Internasional mengemukakan bahwa dari 300 responden yang berdomisili di 3 kelurahan di Surabaya ada 64% responden yang pernah melakukan seks bebas dan mereka masih berstatus sebagai pelajar SLTP dan SLTA, yang lebih menggegerkan di Kota Yogya hasil penelitian seks pra nikah yang dipublikasikan sebuah lembaga bahwa diketahui 97,05% dari jumlah 1.660 responden yang berstatus mahasiswi pernah melakukan sekls bebas.

1.      PENDIDIKAN DALAM ISLAM

           Dalam bahasa Indonesia kata pendidikan merupakan kata jadian yang berasal dari kata didik yang diberi awalan pe dan akhiran an yang berarti proses pengubahan sikap dan tatalaku seseorang dalam usaha mendewasakan manusia. Pendidikan merupakan proses mengubah keadaan anak didik dengan berbagai cara untuk mempersiapkan masa depan yang bai baginya.
Dalam bahasa Arab kata tarbiyah mempunyai pengertian yang lebih luas dan lebih cocok dipakai untuk kata pendidikan dalam bahasa Indonesia, karena terasa lebih luas cakupannya yakni bukan sekedar memberikan ilmu pengetahuan dan membina akhlak tetapi mencakup segala aspek pembinaan kepribadian anak didik secara utuh.
Menurut Abdur Rahman al-Bani pendidikan memiliki 4 unsur yaitu :
1.      Menjaga dan memelihara fitrah anak menjelang dewasa (baligh)
2.      Mengembangkan seluruh potensi
3.      Mengarahkan seluruh fitrahdan potensi menuju kesempurnaan
4.       Melaksanakannya secara bertahap

            Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan pendidikan dalam hal ini ialah pendidikan Islam meliputi unsur-unsur memelihara dan mengembvangkan potensi atau fitrah anak didik secara bertahap sesuai dengan perkembangannya. Menurut Abdullah yasin, Islam mengutamakan 4 jenis pendidikan sebagai berikut :
1. Pendidikan Jasmani
2. Pendidikan Akal
3. Pendidikan akhlak
4. Pendidikan Kerohanian

           Berdasarkan pendapat yang dikemukakan di atas, maka pendidikan akhlak merupakan salah satu bagian pendidikan dalam Islam yang sangat diperlukan agar anak memiliki akhlak yang baik. Akhlak yang baik dari seorang anak akan melahirkan generasi yang baik pula, yaitu generasi muda atau remaja yang taat kepada Allah, berbakti kepada orang tua dan memperhatikan hak-hak bagi sauadara muslim yang lain.
2.       PENGERTIAN DAN METODE PEMBINAAN AKHLAK KARIMAH

           Secara linguistik, kata akhlak atau al-akhlak berasal dari bahasa Arab bentuk jama’ dari kata Khulkun yang artinya budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat (Hamzah: 1996). Sedangkan Imam Al-Gazali (dalam Abudin Nata : 1996) mengemukakan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan bermacam-macam perbuatan baik dan buruk, dengan gampang dan mudah tanpa menimbulkan pemikiran dan pertimbangan.Kata “Karimah“ secara gramatikal berasal dari kata karuma-yakrumu-kariimun yang artinya mulia atau luhur. Oleh karena itu yang dimaksud dengan kata akhlak karimah adalah sifat, watak, perangai atau perilaku baik dan luhur yang bersumber dari nilai-nilai ajaran akhlak Islam.
Dalam Islam tidak tidak diragukan lagi bahwa kaidah serta batasan dalam mengerjakan baik dan buruk telah tertera dalam nash-nash syariah (al-Qur’an dan hadits). Di dalam kaidah akhlak ada istilah dawafi (dorongan) dan mawani (larangan). Dawafi merupakan sebuah daya dorong bagi setiap individu untuk melaksanakan akhlak dengan baik dan benar dan mawani adalah perkara yang membuat setiap individu terlarang untuk melakukan akhlak yang buruk.Gambaran jelas tentang akhlak yang baik telah tercatat dalam al-Qur’an dan hadits sebagaimana yang dilakukan oleh nabi besar kita Muhammad SAW yang harus dijadikan contoh teladan yang ideal. Gambaran ini harus dijadikan pedoman bagi orang tua dalam mendidik dan membina akhlak remaja sebab pendidikan dan pembinaan akhlak dalam keluarga akan berjalan dengan baik apabila orang tua sebagai pembimbing utama dapat menjadi panutan dengan memberikan contoh tauladan melalui pembiasaan-pembiasaan perilaku yang baik dalam kehidupan sehari-hari.
Pembiasaan-pembiasaan perilaku seperti melaksanakan nilai-nilai ajaran agama Islam (beribadah), membina hubungan atau interaksi yang harmonis dalam keluarga, memberikan bimbingan, arahan, pengawasan dan nasehat merupakan hal yang senantiasa harus dilakukan oleh orang tua agar perilaku remaja yang menyimpangf dapat dikendalikan.
Pola pendidikan dapat diupayakan melalui proses interaksi dan internalisasi dalam kehidupan keluarga dengan menggunakan metode yang tepat seperti yang dikemukakan an-Nahlawi (dalam Dahlan : 1992) bahwa metode pendidikan dan pembinaan akhlak yang perlu diterapkan oleh orang tua dalam kehidupan keluarga adalah sebagai berikut :
1. Metode hiwar (percakapan)
2. Metode kisah
3. Metopde mendidik dengan amtsal (perumpamaan)
4. Metode mendidik dengan teladan
5. Metode mendidik dengan pembiasaan diri dan pengalaman
6. Metode mendidik dengan mengambil ibroh (pelajaran) dan mau’idhoh (peringatan)
7. Metode mendidik dengan targhib (membuat senang) dan tarhib (membuat takut)
Menurut Al-Ghazali (dalam Abul Quasem : 1988) menjelaskan bahwa perubahan dan peningkatan akhlak dapat dicapai sepanjang melalui usaha dan latihan moral yang sesuai, untuk itu maka dalam mewujudkan akhlak yang baik dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode akhlak sebagai berikut : (1) pengalaman (al-tajribah) dan (2) latihan diri (riyadhah).
Materi yang diberikan pada para remaja dalam pendidikan akhlak sebaiknya tidak terlepas dari ruang lingkup akhlak Islami yang mencakup berbagai aspek seperti yang dikemukakan Hamzah (1996) diantaranya : akhlak terhadap Allah (hablum minallah), akhlak terhadap manusia (hablum minannas), akhlak terhadap alam semesta (hablum minal a’lam) dan akhlak terhadap diri sendiri (hablum minnafsi).
3.      PERANAN KELUARGA DALAM MEMBINA AKHLAK REMAJA

              Masa remaja sebagaimana yang dikemukakan di atas menurut Hurlock (dalam Istiwidayanti : 1992) adalah masa dimana seorang individu berada pada batasan umur 12-22 tahun. Karena masa remaja adalah masa-masa mencari identitas diri maka biasanya para remaja cenderung menginginkan kebebasan tanpa terikat oleh norma dan aturan.
Dalam masa pencarian identitas diri yang penuh gejolak ini, penting kiranya orang tua sebagai orang terdekat dalam lingkungan keluarga dengan remaja untuk mengenal dan memahami jiwa remaja secara mendalam agar dapat mendidik, membimbing serta mengarahkan akhlaknya menuju jalan yang benar dan diridhoi oleh Allah SWT.
Sebagai pendidik pertama dan utama, orang tua memiliki peran yang sangat penting dalam membina akhlak remaja. Nilai-nilai akhlak karimah yang bersumberkan ajaran agama Islam harus diberikan, ditanamkan dan dikembangkan oleh orang tua terhadap para remaja dalam kehidupan sehari-hari. Penanaman akhlak tersebut penting karena inti dari keberagamaan seseorang akan termanifestasikan dalam akhlak karimah.
Akhlak karimah yang perlu ditanamkan orang tua seperti ketaatan beribadah, berperilaku baik, hormat kepada orang tua, memiliki sifat ikhlas tawadhu secara perlahan-lahan akan terinternalisasi pada diri setiap remaja sehingga akhirnya berdampak positif bagi kehidupan mental dan spiritualnya, sehingga dapat memberikan kekuatan yang positif bagi remaja dalam menjalani proses hidup dan dapat menyikapi dampak negatif yang diakibatkan oleh era globalisasi dan informasi.
Agama Islam sebagai sumber nilai akhlak harus dijadikan landasan oleh orang tua dalam membina akhlak remaja karena agama merupakan pedoman hidup serta memberikan landasan yang kuat bagi diri setiap remaja. Di samping itu pembiasaan-pembiasaan yang dilakukan orang tua sehari-hari seperti sholat, membaca Al-Qur’an, menjalankan puasa serta berperilaku baik merupakan bagian penting dalam pembentukan dan pembinaan akhlak remaja.

Dalam pendidikan dan pembinaan akhlak bagi para remaja, orang tua harus dapat berperan sebagai pembimbing spiritual yang mampu mengarahkan dan memberikan contoh tauladan, menuntun, mengarahkan dan memperhatikan akhlak remaja sehingga para remaja berada pada jalan yang baik dan benar. Jika remaja melakukan kesalahan, maka orang tua dengan arif dan bijaksana membetulkannya, begitu juga sebaliknya jika remaja melakukan suatu perbuatan yang terpuji maka orang tua wajib memberikan dorongan dengan perkataan atau pujian maupun dengan hadiah berbentuk benda.Oleh karena itu peranan keluarga sangat besar dalam membina akhlak remaja dan mengantarkan kearah kematangan dan kedewasaan, sehingga remaja dapat mengendalikan dirinya, menyelesaikan persoalannya dan menghadapi tantangan hidupnya. Untuk membina akhlak tersebut, maka orang tua perlu menerapkan disiplin dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Disiplin yang ditanamkan orang tua merupakan modal dasar yang sangat penting bagi remaja untuk menghadapi berbagai macam pesoalan pada masa remaja.
Peranan keluarga (orang tua) dalam membina akhlak remaja antara lain dapat dilakukan dengan cara :
1. Meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT, dengan cara melaksanakan kewajiban-kewajiban sebagaimana yang diperintahkan dalam ajaran agama Islam. Dalam hal ini orang tua harus menjadi contoh yang baik dengan memberikan bimbingan, arahan, serta pengawasan sehingga dengan kondisi seperti ini remaja menjadi terbiasa berakhlak baik.
2. Meningkatkan interaksi melalui komunikasi dua arah. Orang tua dalam hal ini dituntut untuk dapat berperan sebagai motivator dalam mengembangkan kondisi-kondisi yang positif yang dimiliki remaja sehingga perilaku atau akhlak remaja tidak menyimpang dari norma-norma baik norma agama, norma hukum maupun norma kesusilaan.

3. Meningkatkan disiplin dalam berbagai bidang kehidupan. Orang tua dalam melaksanakan seluruh fungsi keluarganya baik fungsi agama, fungsi pendidikan, fungsi keamanan, fungsi ekonomi maupun fungsi sosial harus dilandasi dengan penanaman disiplin yang terkendali agar dapat mengendalikan akhlak atau perilaku remaja.
















BAB III
PENUTUP

              Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat dikatakan bahwa keluarga merupakan institusi sosial yang utama dalam membina nilai-nilai akhlak karimah remaja. Oleh karena itu orang tua sebagai tiang keluarga mempunyai peranan yang sangat penting dan tanggungjawab yang besar dalam membina akhlak remaja sebab ditangan orang tuanyalah, orang menilai baik buruknya akhlak remaja.
Untuk menghindarkan dampak negatif akibat arus globalisasi dan informasi yang terjadi pada saat ini, maka keluarga (orang tua) dituntut untuk menanamkan nilai-nilai luhur (nilai agama Islam) dengan memberikan contoh yang baik sehingga contoh baik ini dapat dijadikan landasan dalam bersikap dan berperilaku serta menjadi tauladan bagi remaja.
Dengan demikian maka peranan keluarga dalam pembinaan akhlak remaja perlu ditingkatkan untuk mewujudkan generasi yang kuat, sehat serta berakhlak karimah yang baik melalui peningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT, peningkatan pola interaksi serta peningkatan disiplin dalam berbagai bidang kehidupan.

















DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Mubarok. DR.H. MA Konseling perkawinan. PT.Bina Rena Pariwara Cetakan ketiga Tahun 2002.
Dadang Hawari, Prof. DR. dr. H.Marriage counseling. Balai Penerbit FK.UI.Jakarta tahun 2006.
Pedoman Nasehat Perkawinan Badan Penasehatan Perkawinan Perselisihan dan perceraian (BP.4) Pusat tahun  1985.
Pedoman Pejabat Urusan Agama Islam, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji Jakarta, tahun 2005.