KATA PENGANTAR
Puji
syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan berkah, rahmat dan nikmatnya,
dengan nikmat dan berkah-Nya lah tugas
makalah ini dapat terseleseikan dengan baik. Yang mana penulisan makalah ini
diajukan sebagai tugas akhir semester 4 dalam mata kuliah “perkawinan, talak
dan rujuk” juga merupakan syarat untuk mengikuti ujian akhir semester 4 ini.
Hal ini juga tidak terlepas dari bantuan
pihak-pihak yang lain yang bersangkutan, maka dari itu kami mengucapkan terima
kasih banyak atas segala bantuannya.
Masukan,
kritik dan saran untuk menyempurnakan materi dari tugas ini sangat diharapkan
untuk perbaikan tugas ini.Demikianlah yang dapat penulis sampaikan pada
kesempatan ini, penulis berharap mudah-mudahan tulisan ini dapat bermanfaat
bagi para pemakainya.
Padang, januari 2011
penulis
PENDAHULUAN
”Pernikahan adalah ikrar dua orang mempelai untuk hidup berpasangan,
dalam agama islam, hidup berpasangan merupakan fitrah, bukan hanya manusia yang
di-setting untuk hidup berpasangan, tetapi mahluk lain, seperti hewan dan
tumbuh-tumbuhan pun di ciptakan Tuhan dengan berpasangan-pasangan. Seperti
Firman Allah yang artinya ”Segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan agar
kamu menyadari kebesaran Allah” (QS. Az Zariat: 49).
Akan tetapi tidak semua pasangan pernikahan yang lepas dari permasalahan,
baik besar maupun yang terkecil sekalipun.untuk itu diperlukan tuntunan yang
dapat menghindari dan mengatasi permasalahan dalam hidup berkeluarga.
Menikah
adalah sesuatu yang didambakan oleh setiap manusia normal. Menikah juga
dipandang sakral oleh semua agama. Tetapi hidup berumah tangga itu sendiri merupakan misteri dari kebahagiaan. Ada orang yang hidup
dengan amat sangat sederhana, tetapi mereka merasakan kebahagiaan yang prima
dalam kehidupan rumah tangganya. Sebaliknya ada orang yang memiliki kelengkapan
fasilitas hidup, sandang pangan papan, hiburan, kendaraan, uang, perhiasan dan
sebagainya, tetapi
mereka tidak menemukan yang didambakan, sebaliknya, semua kelengkapan
materi itu justru tak bermakna apa-apa. Dalam pandangan Islam pernikahan adalah
suci, sunnah rasul dan Ibadah. Oleh karena itu setiap muslim seyogyanya menikah
secara Islam, berumah tangga secara Islam dan hidup secara Islam. Perselisihan
dalam rumah tangga, bahkan perceraian, adalah sesuatu yang manusiawi belaka,
tetapi al Qur’an menganjurkan untuk selalu islah, memperbaiki diri, dan memilih
jalan yang terbaik.
UPAYA
MENGATASI MASALAH
DALAM RUMAH TANGGA
A. Problema Kehidupan Berkeluarga
Problema di seputar perkawinan atau kehidupan berkeluarga berada di
sekitar:
- Kesulitan memilih jodoh/kesulitan mengambil keputusan siapa calon suami/isteri;
b. Ekonomi keluarga yang kurang tercukupi;
- Perbedaan watak, temperamen dan perbedaan kepribadian yang terlalu tajam antara suami isteri;
d. Ketidak puasan dalam hubungan seksual;
e. Kejenuhan
rutinitas;
f. Hubungan antar keluarga besar yang kurang baik
g. Ada orang ketiga, atau yang sekarang popular dengan
istilah
WIL
(wanita idaman lain) dan PIL (pria idaman lain) selingkuh;
h. Masalah
Harta dan warisan;
i. Menurunnya
perhatian dari kedua belah pihak suami isteri;
j. Dominasi dan interfensi orang tua/ mertua;
k. Kesalah pahaman antara kedua belah pihak;
l. Poligami;
m. Perceraian.
B. Cara
Mengatasi Masalah Pernikahan Melalui Konseling
Dari berbagai problem kerumah tangaan seperti
tersebut diatas, maka konseling perkawinan menjadi relevan, yakni membantu agar
client dapat menjalani kehidupan
rumah tangga secar benar, bahagia dan mampu mengatasi problem-problem yang
timbul dalam kehidupan perkawinan. Oleh karena itu maka konseling perkawinan
pada prinsipnya berisi dorongan untuk mengingat atau menghayati kembali
prinsip-prinsip dasar, hikmah, tujuan dan tuntunan hidup berumah tangga menurut
ajaran Islam. Konseling diberikan agar suami/istri menyadari kembali posisi
masing-masing dalam keluarga dan mendorong mereka untuk melakukan sesuatu yang
terbaik bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk keluarganya.
Jika memperhatikan kasus perkasus maka konseling
perkawinan diberikan dengan tujuan:
a. Membantu pasangan perkawinan itu mecegah terjadinya/meletusnya
problema yang mengganggu kehidupan perkawinan mereka.
b. Pada pasangan yang sedang dilanda kemelut rumah tangga,
konseling diberikan dengan maksud agar mereka bisa mengatasi sendiri problema
yang sedang dihadapi.
c. Pada pasangan
yang berada dalam tahap rehabilitasi, konseling diberikan agar mereka dapat memelihara
kondisi yang sudah baik menjadi lebih baik.
C. Prinsip-Prinsip Dasar Perkawinan
Prinsip-prinsip dasar perkawinan Islam yang harus
diketahui oleh setiap muslim dapat
dirumuskan sbb :
1.
Dalam memilih calon suami/istri, faktor agama dan akhlak calon pasangan harus
menjadi pertimbangan pertama sebelum keturunan, rupa dan harta, sebagaimana
diajarkan oleh rasul dalam hadisnya.
Artinya:
“Wanita itu dinikahi karena empat pertimbangan, kekayaannya, nasabnya,
kecantikannya dan agamanya. Pilihlah wanita yang beragama niscaya kalian
beruntung.” (H.R. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)
Artinya: “Pilihlah
gen bibit keturunanmu, karena darah (kualitas manusia) itu menurun.” (H.R.
Ibnu Majah)
2.
Bahwa nikah atau hidup berumah
tangga itu merupakan sunnah rasul bagi
yang sudah mampu. Dalam kehidupan berumah tangga terkandung banyak sekali
keutamaan yang bernilai ibadah, menyangkut aktualisasi diri sebagai
suami/istri, sebagai ayah/ibu dan sebagainya. Bagi yang belum mampu disuruh
bersabar dan berpuasa, tetapi jika dorongan nikah sudah tidak terkendali
padahal ekonomi belum siap, sementara ia takut terjerumus pada perzinaan, maka
agama menyuruh agar ia menikah saja, Insya Allah rizki akan datang kepada orang
yang memiliki semangat menghindari dosa, entah dari mana datangnya (min haitsu la yahtasib). Nabi
bersabda:
Artinya: “Wahai pemuda, barang
siapa diantara kalian sudah mampu untuk menikah nikahlah, karena itu dapat
mengendalikan mata (yang jalang) dan memelihara kesucian kehormatan (dari
berzina) dan barang siapa yang belum siap, hendaknya ia berpuasa, karena puasa
bisa menjadi obat (dari dorongan nafsu).” (H.R. Bukhari Muslim)
Firman Allah;
Artinya: “Kawinkanlah orang-orang
yang masih sendirian diantara kamu dan orang-orang yang layak nikah diantara
hamba-hamba sahayamu yang laki dan yang perempuan. Jika mereka fakir, Allah
akan memampukan mereka dengan karuniaNya. Allah Maha luas (pemberiannya) lagi
Maha Mengetahui.” (QS. an Nur: 32)
3.
Bahwa tingkatan ekonomi keluarga berhubungan dengan kesungguhan berusaha, kemampuan
mengelola (manajemen) dan berkah dari Allah SWT. Ada keluarga yang ekonominya pas-pasan tetapi
hidupnya bahagia dan anak-anaknya bisa sekolah sampai jenjang tinggi, sementara
ada keluarga yang serba kecukupan materi tetapi suasananya gersang dan banyak
urusan keluarga dan pendidikan anak terbengkalai. Berkah artinya terkumpulnya
kebaikan ilahiyyah pada seseorang/ keluarga/ masyarakat seperti terkumpulnya
air di dalam kolam.
Secara sosiologis, berkah artinya terdayagunanya nikmat Tuhan secara
optimal. Berkah dalam hidup tidak datang dengan sendirinya tetapi harus
diupayakan.
Firman Allah:
Artinya: “Sekiranya penduduk negeri-negeri itu beriman dan bertaqwa, niscaya kami
akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan dari bumi
tetapi mereka mendustakan
(ayat-ayat kami) itu, maka kami akan siksa mereka disebabkan oleh perbuatan
mereka.” (QS. al A’raf:
96)
Al Hadis:
Artinya: “Allah menyayangi orang
yang bekerja secara halal, membelanjakan hasil secara sederhana, dan
mengutamakan sisa (tabungan) untuk kekurangan dan kebutuhannya (di waktu
mendatang).” (H.R. Ibn. Najjar dari Aisyah)
4.
Suami istri bagaikan pakaian dan pemakainya. Antara keduanya
harus ada kesesuaian ukuran, kesesuain mode, asesoris dan pemeliharaan
kebersihan. Layaknya pakaian, masing-masing suami dan istri harus bisa
menjalankan fungsinya sebagai (1) penutup aurat (sesuatu yang memalukan) dari
pandangan orang lain, (2) pelindung dari panas dinginya kehidupan, dan (3)
Kebanggaan dan keindahan bagi pasangannya. Dalam keadaan tertentu pakaian
mungkin bisa diperkecil, dilonggarkan, ditambah asesoris dan sebagainya.
Mengatasi perbedaan selera kecendrungan dan hidup antara suami istri,
diperlukan pengorbanan kedua belah pihak. Masing-masing harus bertanya: Apa
yang dapat saya berikan bukan apa yang saya mau.
Firman Allah;
Artinya: “Mereka (istri-istrimu) adalah (ibarat) pakaian kalian, dan kalian
adalah (ibarat) pakaian mereka.” (QS. al Baqarah: 187)
Al Hadis;
Artinya: “Sebaik-baik kamu adalah orang yang paling baik terhadap istrinya, dan
aku (Nabi) adalah orang yang paling baik terhadap istri.” (H.R. Turmuzi
dari Aisyah)
5.
Bahwa cinta dan kasih sayang (mawaddah dan rahmah) merupakan sendi dan
perekat rumah tangga yang sangat penting. Cinta adalah sesuatu yang suci,
anugerah Tuhan dan sering tidak rational. Cinta dipenuhi nuansa memaklumi dan
memaafkan. Kesabaran, kesetiaan, pengertian, pemberian dan pengorbanan akan
mendatang/ menyuburkan cinta, sementara penyelewengan, egoisme, kikir dan
kekasaran akan menghilangkan rasa cinta. Hukama
berkata:
“Tanda-tanda cita sejati ialah
(1) engkau lebih suka berbicara dengan dia (yang kau cintai) dibanding
berbicara dengan orang lain, (2) engkau lebih suka duduk berduaan dengan dia
dibanding dengan orang lain, dan (3) engkau lebih suka mengikuti kemauan dia
dibanding kemauan orang lain/diri sendiri).”
Firma Allah;
Artinya: “….Sekiranya engkau
(Nabi) kasar dan keras hati (kepada sahabat-sahabatnya), niscaya mereka lari
dari sisimu.” (QS. Ali Imran: 159)
Al Hadis;
Artinya: “Tidak bisa memuliakan
wanita kecuali lelaki yang mulia, dan tidak sanggup menghina wanita kecuali
lelaki yang tercela/ hina.”?
6.
Bahwa salah satu fungsi perkawinan adalah untuk
menyalurkan hasrat seksual secara
sehat, benar dan halal. Hubungan suami istri (persetubuhan) merupakan hak
azazi, kewajiban dan kebutuhan bagi kedua belah pihak. Persetubuhan yang
memenuhi tiga syarat (sehat, benar, halal) itulah yang berkulitas, dan dapat
mendatangkan ketentraman (sakinah). Oleh karena itu, masing-masing suami istri
harus menyadari bahwa hal itu bukan hanya hak bagi dirinya, tetapi juga hak
bagi yang lain dan kewajiban bagi dirinya. Dalam Islam, hubungan seksual yang
benar dan halal adalah ibadah.
Firman
Allah:
Artinya: “Dan
diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah dia menciptakan untukmu istri-istri
dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentraman kepadanya, dan
dia menjadikan rasa kasih sayang diantaramu. Sesungguhnya pada yang demikian
itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS. ar Rum:
21)
Artinya:
“Nabi bersabda: Persetubuhan dengan istrimu itu memperoleh pahala. Para sahabat bertanya; Apakah orang yang menyalurkan
syahwatnya dapat pahala? Nabi menjawab: Tidakkah kalian tahu bahwa jika ia menyalurkan
hasratnya di tempat yang haram, maka ia berdosa.?, Nah, demikian pula jika
menyalurkan hasratnya kepada istrinya yang halal, maka ia memperoleh pahala.” (H.R.
Muslim)
7.
Bahwa pergaulan dalam rumah tangga juga membutuhkan
suasana dinamis, dialog dan saling menghargai. Kekurangan keuangan keluarga
misalnya oleh orang bijak dapat dijadikan sarana untuk menciptakan suasana
dinamis dalam keluarga. Sebaliknya suasana mapan yang lama (baik mapan cukup
maupun mapan dalam kekurangan) dapat menimbulkan suasana rutin yang menjenuhkan. Oleh karena itu suami istri harus
pandai menciptakan suasana baru, baru dan diperbaharui lagi, karena faktor
kebaruan secara psikologis membuat hidup menjadi menarik. Kebaruan tidak mesti
dengan mendatangkan hal-hal yang baru, tetapi bisa juga barang lama dengan
kemasan baru.
8.
Salah satu penyebab kehancuran rumah tangga adalah
adanya orang ketiga bagi suami atau bagi istri (other women/ man).
Datangnya orang ketiga dalam rumah tangga bisa disebabkan karena
kelalaian/kurang waspada (misalnya kasus adik ipar atau pembantu, atau karena
pergaulan terlalu bebas (ketemu bekas pacar atau teman sekerja), atau karena
ketidak puasan kehidupan seksual, atau karena kejenuhan rutinitas. Suami/istri
harus saling mempercayai, tetapi harus waspada terhadap kemungkinan masuknya
virus orang ketiga.
Artinya:
“Nabi melarang seorang lelaki memasuki kamar wanita yang bukan muhrim. Seorang
sahabat menanyakan boleh tidaknya memasuki kamar saudara ipar. Nabi menjawab:
Masuk ke kamar ipar itu sama dengan maut (berbahaya).”
Artinya:
“Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir,
untuk bepergian selama tiga hari tanpa disertai muhrimnya.” (H.R. Bukhari, Muslim dan abu Daud,
dari Ibn Umar)
9.
Bahwa perkawinan itu bukan hanya mempertemukan dua
orang; suami dan istri, tetapi juga dua
keluarga besar antar besan. Oleh karena itu suami/istri harus bisa
berhubungan secara proposional dengan kedua belah pihak keluarga, orang tua,
mertua adik, ipar dst.
10.
Bahwa masalah harta
benda sering menjadi sumber perselisihan keluarga, baik selagi masih hidup
maupun setelah ditinggal mati (warisan). Orang tua diajarkan untuk berlaku adil
terhadap anak-anaknya -termasuk dalam hal pemberian harta-. Ada dua jalan untuk mengalihkan hak pemilikan
harta orang tua kepada anak, yaitu hibah, yakni pemberian ketika orang tua
masih hidup, dan pembagian harta warisan setelah orang tua mati. Pedoman
pembagian harta warisan dalam Islam sudah sangat jelas, tetapi kesepakatan
keluarga (ahli waris) dapat membuat keputusan lain dalam pembagian harta. Harta
waris yang diperoleh dengan cara rebutan/ perselisihan biasanya tidak berkah,
karena cara perolehannya disertai rasa permusuhan/tidak ridha.
Firman Allah;
Artinya: “Dan Janganlah sebagian kamu memakan harta dari sebagian
yang lain di antaramu dengan jalan yang batil, dan janganlah kamu membawa
urusan harta itu ke pengadilan supaya kamu dapat menguasai (harta orang lain)
dengan cara dosa, padahal kamu mengetahui (kesalahanmu).” (QS. al Baqarah: 188)
11.
Bahwa karena selalu berdekatan,
komunikasi antara suami istri biasanya menjadi sangat intens.Keharmonisan
hubungan antara suami istri dipengaruhi oleh kesamaan atau keseimbangan watak/ temperamen, kesamaan hobbi, kedekatan visi dan
sebagainya. Keharmonisan suami istri akan terwujud jika masing-masing berfikir
untuk memberi, bukan untuk menuntut, saling menghargai, bukan saling
merendahkan. Dalam kehidupan, seringkali dijumpai bahwa kesulitan yang dihadapi
justru mengandung hikmah yang besar, asal orang dapat menerima dan menghadapi
secara benar dan sabar. Istri biasanya kurang senang dinasehati suami jika
nasehat itu seperti nasehat guru kepada murid, meskipun ia mengakui kebenaran
nasehat suaminya, demikian juga sebaliknya.seperti Firman Allah dalam surah an
Nisa ayat 19 sebagai berikut:
Artinya:
“Wahai orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan
secara paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil
kembali sebahagian dari apa yang telah engkau berikan kepada mereka, terkecuali
jika mereka melakukan perbuatan keji yang nyata. Pergaulilah mereka dengan
secara patut, tetapi jika kamu tidak menyukai mereka (maka bersabarlah), karena
boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya
kebaikan yang banyak.” (QS. an Nisa:
19)
Al Hadis:
‘Tidak bisa
memuliakan wanita, kecuali lelaki yang mulia juga, dan tidak sanggup
merendahkan derajat wanita kecuali lelaki yang rendah (tercela) juga.”
12.
Pada dasarnya sistem
perkawinan dalam Islam adalah monogami. Poligami
diperbolehkan hanya dalam keadaan tertentu, bagaikan pintu darurat, dan dengan
persyaratan-persyaratan yang berat. Secara sosiologis, poligami terjadi
disebabkan oleh banyak hal, antara lain:
- Suami hanya menuruti dorongan syahwatnya tanpa mengukur tanggung jawabnya;
- Istri kurang mengerti hal-hal yang dapat mengikat perasaan suami tetap konsentrasi dirumah;
- Pergaulan yang terlalu akrab dengan wanita lain, misalnya karena setiap hari selalu bersama (seperti teman sekerja), atau karena simpati kepada problem yang dihadapi si wanita itu sehingga si lelaki terdorong ingin menjadi dewa penolong;
- Perpisahan yang terlalu lama antara suami dan istri;
- Campur tangan luar atau pelecehan harga diri suami oleh istri/ keluarga sehingga suami merasa tidak berwibawa di rumah, dan selanjutnya mencari kewibawaan di luar rumah;
- Isteri tak berdaya menghadapi ke hendak suami atau sefaham bahwa poligami itu manusiawi saja.
Poligami yang dilakukan demi menjaga kesucian
adalah lebih baik daripada toleransi terhadap perzinahan. Ungkapan yang
berbunyi; jika ingin makan daging kambing cukup beli sate, tidak harus repot-repot
memelihara kambing, sebenarnya adalah ungkapan sesat dari orang bodoh.
Seorang bijak mengatakan bahwa
poligami hanya bisa dilakukan oleh tiga orang, yaitu:
Ø Oleh “raja”, dengan kekuasaannya ia dapat mengatur
istri-istrinya;
Ø Oleh orang berilmu, dimana dengan ilmunya ia bisa memanaj
keluarga besarnya;
Ø Orang ngawur, dimana ngawurnya itu membuatnya tak perduli
dengan problem;
Ø Perceraian. Dilihat dari sudut hak dan kewajiban, perkawinan
merupakan kontrak sosial yang mengikat antara suami istri, yakni bahwa suami
memikul kewajiban yang melahirkan hak, sebagaimana juga istri memiliki hak-hak
yang lahir dari kewajiban yang dipikulnya.
Jika salah satu
pihak tidak menjalankan kewajibannya, maka hal itu berpengaruh kepada hak-hak
yang dimilikinya, dan sebaliknya menjadi hak bagi pihak lain yang menggugatnya.
Misalnya; suami wajib memberi nafkah keluarga, yang dengan itu suami memiliki
hak untuk memimpin rumah tangga. Jika suami ternyata tidak sanggup memberi
nafkah, sebaliknya istri justru bekerja keras dan bisa memberi nafkah
keluarganya, maka hak kepemimpinan suami dalam rumah tangga pasti menjadi tidak
penuh karena terdesak oleh kontribusi yang diberikan oleh istri.
Ta’lik talak yang diucapkan suami setelah akad
nikah merupakan bentuk perlindungan kepada istri dari kelalaian suami.
Jika suami/istri merasa bahwa hak-hak mereka tidak
dipenuhi sementara jalan keluar tidak ada maka agama memberikan jalan keluar
kepada pasangan itu untuk memilih satu dari dua pilihan: kembali bersatu secara
terhormat, atau berpisah secara baik-baik.
Firman Allah;
Artinya: “Talak yang dapat dirujuk
hanya dua kali, setelah itu boleh rujuk dengan cara yang ma’ruf atau
menceraikannya dengan cara yang baik (QS. al
Baqarah: 229).”
Perceraian (talak) adalah sesuatu yang dihalalkan
tetapi tidak disukai Tuhan.
Al Hadis;
Artinya: “Sesuatu yang halal yang sangat dimurkai Allah adalah talak.”
Untuk mencegah terjadinya perceraian, dianjurkan
keluarga turun tangan, yakni dengan mengirimkan tenaga mediasi (hakam) dalam Al
Qur’an Allah berfirman dalam surah an Nisa ayat 35.
Artinya:
“Jika kamu khawatirkan terjadi persengketaan diantara keduanya (suami istri),
maka kirimkanlah seorang pendamai (pendamai) dari keluarga suami dan dari
keluarga istri. Jika kedua juru damai itu berniat untuk mendamaikan, niscaya
Allah akan memberikan taufiq kepada suami istri itu. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. an Nisa: 35)
Perceraian yang ke I dan yang ke II (talak raj’i)
tidak langsung memutuskan hubungan, oleh karena itu disediakan peluang untuk
rujuk selama masa ‘iddah. Masa ‘iddah merupakan peluang bagi kedua belah pihak
untuk merenungkan kembali hubungan diantara mereka. Pada rumah tangga yang berantakan,
anak-anak biasanya menjadi korban pertama dari apa yang dilakukan orang tuanya.
13.
Dalam menghadapi prahara rumah tangga dibutuhkan kesabaran
dari kedua belah pihak. Sabar artinya; tabah hati tanpa mengeluh, dalam
menghadapi cobaan dan rintangan, dalam jangka waktu tertentu, dalam rangka
mencapai tujuan. Orang bisa sabar, jika ingat tujuan. Masing-masing suami dan
istri harus selalu mengingat tujuan mereka membangun rumah tangga, tujuan
mendidik anak sampai jadi, dan tujuan hidup itu sendiri. Meski demikian, sabar
ada batasnya jika sekiranya ketabahan dan kesabaran yang dilakukan dalam jangka
waktu tertentu sedikitpun tidak membawa
perbaikan, sebaliknya semakin terpuruk dalam kesulitan, maka agama memberi peluang
untuk mencari jalan keluar yang terbaik, meski dalam bentuk perceraian.
Perceraian yang terjadi setelah melampaui babak kesabaran pada umumnya membawa
kebaikan kedua belah pihak. Kesabaran dituntut terutama ketika awal mula
mendapat gempuran prahara (as sobru ‘inda
as sodmat al ‘ula). Jika pada gempuran pertama dapat bersabar, maka
biasanya dalam melampaui tahap-tahap berikutnya prahara itu menjadi lebih
ringan, dan solusinya terkendali.
D. Azas Konseling Perkawinan
Dengan memperhatikan kasus yang sedang dialami oleh
masing-masing pasangan, dan dengan
berpedoman kepada ajaran Islam tentang kehidupan perkawinan, maka konseling
diberikan dengan azas-azas sebagai berikut:
1. Prinsip kebahagian seperti yang terkandung dalam ungkapan
My house is my castle atau baiti jannati, haruslah mengacu pada konsep
kebahgiaan seperti yang diajarkan oleh al Qur’an, yaitu falah, fauz dan sa’adah, yakni kebahagiaan dunia akhirat,
kebahagiaan yang diridhai Allah, bukan kebahagiaan palsu.
2. Bahwa rumah tangga yang bahagia (keluarga sakinah) itu
berdiri atas sendi kasih sayang, atau mawaddah wa rahmah.
3. Bahwa suami istri itu harus berkomunikasi atau
musyawarah, menyangkut urusan mereka.
4. Bahwa rumah tangga itu ibarat kapal yang harus di
nakhodai dengan hati-hati dan sabar.
5. Dalam perselisihan keluarga, kedua belah pihak harus
mengutamakan kemaslahatan dari pada kemenangan.
E. Konselor dan Klien
Klien dari konseling perkawinan adalah orang yang
memilih atau akan mengambil keputusan, yang perlu diarahkan dalam menentukan
calon suami/isteri dan pasangan rumah tangga yang sedang mengalami problem
komunikasi atau problem kejiwaan lainnya.
Konselor perkawinan haruslah orang yang mengerti
ajaran Islam tentang perkawinan, menghayati psikologi suami isteri dan
menguasai tehnik konseling.
PENUTUP
Dalam sistem ajaran islam,Keluarga memiliki
kedudukan yang sangat penting dan merupakan cikal bakal, sumber inspirasi dan
pondasi peradaban,artinya melalui keluargalah kaum muslimin mengawali derap
langkah pengabdian yang sesungguhnya, mulai dari menata dirinya, agar siap memasuki
jenjang perkawinan, mengelola keluarga, serta menyiapkan generasi masa depan
yang mampu berkompetisi dan berakhlak mulia.Dengan mengetahui di seputar
masaalah keluarga di harapkan mampu menghadapi dan mengatasinya dalam koredor
tuntunan ajaran agama Islam.q
Daftar Pustaka
Al Qur’an terjemahan
Departemen Agama RI. Tahun 2004.
Al Hadis Shohih Bukhori.
Ahmad Mubarok. DR.H. MA
Konseling perkawinan. PT.Bina Rena Pariwara Cetakan
ketiga Tahun 2002.
Dadang Hawari, Prof. DR. dr. H. Marriage
counseling. Balai Penerbit FK.UI.Jakarta
tahun 2006.
Pedoman Nasehat Perkawinan
Badan Penasehatan Perkawinan Perselisihan dan perceraian (BP.4) Pusat
tahun 1985.
Pedoman Pejabat Urusan Agama
Islam, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji
Jakarta, tahun 2005.