Kamis, 21 Juni 2012

makalah filsafat


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Lapangan pendidikan merupakan objek yang sangat luas. Ruang lingkupnya mencakup seluruh pengalaman dan pemikiran manusia tentang pendidikan. Pendidikan sebagai suatu praktek dalam kehidupan, seperti halnya dengan kegiatan-kegiatan lain, seperti kegiatan ekonomi, kegiatan hukum dan lain-lain.
Sebagai calon pendidik, maka kita harus mengetahui secara mendalam hal-hal yang berkaitan dengan dunia pendidikan. Agar nantinya pada saat terjun ke lapangan kita tidak merasa asing dan canggung dengan dunia pendidikan yang telah kita pilih.
Alasan inilah mengapa penulis mengambil judul “Wawasan Filsafat Pendidikan” sebagai judul makalah yang akan diajukan sebagai tugas akhir dalam mata kuliah Filsafat Pendidikan. Dengan adanya penulis menulis makalah ini, diharapkan banyak manfaat yang akan diperoleh, khususnya bagi penulis.

B.     Tujuan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk melengkapi tugas akhir penulis dari mata kuliah Filsafat Pendidikan yang penulis ikuti pada semester 3 jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD).

C.    Pembatasan Masalah
Adapun permasalahan yang akan dibahas pada masalah ini adalah :
1.      Pengertian filsafat pendidikan
2.      Subjek dan objek filsafat pendidikan, dan
3.      Ruang lingkup filsafat pendidikan



BAB II
PEMBAHASAN


A.    Pengertian filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan bersandarkan pada filsafat formal atau filsafat umum. Dalam arti bahwa masalah-masalah pendidikan merupakan karakter filsafat. Masalah-masalah pendidikan akan berkaitan dengan masalah-masalah filsafat umum, yaitu :
1.      Hakekat kehidupan yang baik, karena pendidikan akan berusaha untuk mencapainya
2.      Hakekat manusia, karena manusia merupakan makhluk yang menerima pendidikan
3.      Hakekat masyarakat, karena pendidikan pada dasarnya merupakan suatu proses sosial
4.      Hakekat realitas akhir, karena semua pengetahuan akan berusaha untuk mencapainya

Filsafat pendidikan berusaha untuk mendalami konsep-konsep pendidikan dan memahami sebab-sebab yang hakiki dari masalah pendidikan. Filsafat pendidikan juga membahas tentang segala yang mungkin mengarahkan proses pendidikan.
Menurut Kneller (1971), filsafat pendidikan merupakan aplikasi filsafat dalam lapangan pendidikan. Seperti halnya filsafat, filsafat pendidikan dapat dikatakan spekulatif, preskriptif dan analitik.
Filsafat pendidikan dikatakan spekulatif karena berusaha membangun teori-teori hakekat manusia, hakekat masyarakat, hakekat dunia yang sangat bermanfaat dalam menafsirkan data-data sebagai hasil penelitian sains yang berbeda. Filsafat pendidikan dikatakan preskriptif apabila filsafat pendidikan menentukan tujuan-tujuan yang harus diikuti dan dicapainya, dan menentukan cara-cara yang tepat dan benar untuk digunakan dalam mencapai tujuan tersebut.
Filsafat pendidikan dikatakan analitik apabila filsafat pendidikan menjelaskan pertanyaan-pertanyaan spekulatif dan preskriptif. Filsafat pendidikan analitik menguji secara logis konsep-konsep pendidikan, seperti apa yang dimaksud dengan “Pendidikan dasar 9 tahun”, “Pendidikan akademik”, “pendidikan seumur hidup” dan lain sebagainya.
Filsafat pendidikan adalah ilmu yang pada hakekatnya merupakan jawaban dari semua pertanyaan-pertanyaan dalam lapangan pendidikan. Filsafat pendidikan ini merupakan penerapan suatu analisa filosofis terhadap lapangan pendidikan.
Filsafat mengadakan tinjauan yang luas mengenai realita, maka dikupaslah antara lain pandangan hidup. Konsep-konsep ini dapat menjadi landasan penyusunan konsep tujuan dan metodologi pendidikan. Di samping itu, pengalaman pendidik dalam menuntun pertumbuhan dan perkembangan anak akan berhubungan dan berkenalan dengan realita.
Alasan mempelajari filsafat pendidikan adalah :
1.        Adanya problem-problem pendidikan yang timbul dari zaman ke zaman yang menjadi perhatian ahlinya masing-masing
2.        Agar mempunyai pandangan-pandangan yang jangkauannya melampaui hal-hal yang ditemukan secara eksperimental atau empirik
3.        Dapat terpenuhi tuntutan intelektual dan akademik. Dengan landasan asas bahwa berfilsafat adalah berfikir logis yang runtut, teratur dan kritis, maka berfilsafat pendidikan berarti memiliki kemampuan semacam itu.

Dalam bentuk yang paling sederhana, filsafat pendidikan  terdiri dari apa yang diyakini seseorang mengenai pendidikan, merupakan kumpulan prinsip yang membimbing tindakan profesional seseorang. Filsafat pendidikan berkaitan dengan penetapan hakekat dari tujuan, alat pendidikan dan kemudian menerjemahkan prinsip-prinsip ini ke dalam kebijakan-kebijakan untuk mengimplementasikannya.
Filsafat pendidikan juga secara vital berhubungan dengan pengembangan semua aspek pengajaran. Dengan menempatkan filsafat pendidikan pada tatanan praktis, para guru dapat menemukan berbagai pemecahan pada banyak permasalahan pendidikan. Lima tujuan filsafat pendidikan dapat mengklarifikasi bagaimana dapat berkontribusi pada pemecahan-pemecahan tersebut. Tujuan tersebut adalah :
1.      Filsafat pendidikan terikat dengan peletakan suatu perencanaan, apa yang dianggap sebagai pendidikan terbaik secara mutlak
2.      Filsafat pendidikan berusaha memberikan arah dengan merujuk pada macam pendidikan yang terbaik dalam suatu konteks politik, sosial dan ekonomi.
3.      Filsafat pendidikan dipenuhi dengan koreksi pelanggaran-pelanggaran prinsip dan kebijakan pendidikan
4.      Filsafat pendidikan memusatkan perhatian pada isu-isu dalam kebijakan dan praktek pendidikan yang mensyaratkan resolusi, baik dengan penelitian empiris ataupun pemeriksaan ulang rasional
5.      Filsafat pendidikan melaksanakan suatu inkuiri (menemukan) dalam keseluruhan urusan pendidikan dengan suatu pandangan terhadap penilaian, pembenaran dan pembaharuan sekumpulan pengalaman yang penting untuk pembelajaran yang tinggi.

B.     Subjek dan objek filsafat pendidikan
Dalam upaya pembinaan ke arah pengertian pendidikan secara luas, maka individu didik harus dijadikan sebagai subjek didik sekaligus objek pendidikan.
Manusia dewasa yang berkebudayaan adalah subjek pendidikan dalam arti bertanggung jawab menyelenggarakan pendidikan. Mereka bertanggung jawab secara moral atas perkembangan pribadi anak-anak mereka yang merupakan generasi penerus dan bertanggung jawab untuk melaksanakan misi pendidikan sesuai dengan tujuan dan nilai-nilai yang dikehendaki masyarakat dan bangsa.
Manusia yang belum dewasa dalam proses perkembangan  kepribadiannya baik menuju kebudayaan maupun proses pematangan yang dapat disebut sebagai objek pendidikan. Artinya, mereka adalah sasaran atau individu yang akan dibina. Manusia sebagai subjek dihadapkan pada fenomena baru yakni menghadapi problem yang lebih sulit guna memahami diri dan kepribadiannya.
C.    Ruang lingkup filsafat pendidikan
Ada beberapa bidang yang dikaji dalam filsafat pendidikan ini, yaitu :
a.      Metafisika
Metafisika merupakan bagian dari filsafat spekulatif. Yang menjadi pusat persoalannya adalah hakekat realitas kehidupan. Metafisika mencoba mencari jawaban atas pertanyaan berikut :
1.      Apakah alam semesta memiliki bentuk yang rasional? Apakah alam semesta memiliki makna?
2.      Apakah yang dinamakan jiwa itu merupakan kenyataan dalam dirinya atau hanyalah suatu bentuk materi dalam gerak?
3.      Apakah semua perilaku organisme, termasuk manusia telah ditentukan atau memiliki kebebasan?
4.      Siapakah manusia? Dari mana asalnya manusia? Dan apakah yang diharapkan dalam hidup ini? Apa yang akan dituju manusia?
5.      Apakah alam semesta ini terjadi dengan sendirinya atau ada yang menciptakan?

Dengan lahirnya sains, banyak orang beranggapan bahwa metafisika merupakan barang kuno. Menurut mereka, penemuan ilmiah betul-betul dapat dipercaya karena dapat diukur, sebaliknya pemikiran metafisika tidak dapat dibuktikan kebenarannya dan tidak memiliki aplikasi praktis. Namun dalam hal ini, tidak berarti bahwa metafisika menolak sains. Sebaliknya sains sendiri menimbulkan masalah tentang hakekat realitas. Metafisika berusaha untuk memecahkan masalah tentang hakekat realitas yang tidak mampu dipecahkan oleh sains.
Metafisika memiliki implikasi-implikasi penting untuk pendidikan karena kurikulum sekolah berdasarkan pada apa yang diketahui mengenai realitas. Pada kenyataannya, setiap posisi yang berkenaan dengan apa yang harus diajarkan sekolah di belakangnya memiliki suatu pandangan realitas tertentu, sejumlah respon tertentu pada pertanyaan-pertanyaan metafisika.

1.      Teologi
Teologi merupakan cabang filsafat yang membicarakan tentang Tuhan. Dalam kaidah Islam, tidak dipikirkan tentang zat Tuhan, tetapi yang hanya dipikirkan adalah ciptaan-Nya. Pengertian realitas tidak hanya terbatas pada lahiriah, melainkan menyangkut realitas yang gaib, seperti Malaikat, jin, qada dan Qadar, hari akhir dan hari kebangkitan, hari pembalasan dan lain sebagainya.
Pembicaraan tentang Tuhan jelas merupakan hal yang mendasar dalam bidang pendidikan, karena manusia adalah ciptaan-Nya. Oleh karena itu, sebelum manusia melakukan pendidikan, perlu memahami terlebih dahulu bagaimana konsep tentang Tuhan dan hubungannya dengan realitas yang menjadi ciptaan-Nya. Hal ini akan melandasi konsep pendidikan yang akan dilaksanakan manusia, yang akan diimplementasikan dalam menentukan tujuan dan proses pencapaian tujuan pendidikan.
Masyarakat Indonesia berkeyakinan bahwa Tuhan adalah pencipta alam semesta. Segala yang ada berasal/diciptakan oleh Tuhan. Manusia dalam hidupnya harus mengabdi kepada Tuhan. Pada suatu saat ia akan kembali dan mempertanggungjawabkan segala amal perbuatannya selama hidup di dunia. Pandangan seperti itu akan selalu mempertimbangkan hubungan manusia dengan Tuhan. Sebagai implikasinya bahwa pelajaran agama dijadikan pelajaran pokok dalam kurikulum. Pendidikan agama mendapat perhatian dalam semua jalur pendidikan.

2.      Kosmologi
Kosmologi membicarakan realitas jagat raya, yakni keseluruhan sistem alam semesta. Kosmologi terbatas pada realitas yang lebih nyata, yaitu dalam fisik yang sifatnya material.
Implikasi pembicaraan kosmologi dalam bidang pendidikan bahwa kosmologi akan mengisi kepribadian manusia dengan realitas fisik. Peserta didik harus mengenali alam tempat ia tinggal, mengenal hukum-hukum alam,  sehingga ia mengerti dan memahami keteraturan yang terjadi pada jagat raya.
Idealisme absolut dari Plato dan filsafat yang bersumber pada religi, menganggap bahwa alam semesta ini diciptakan oleh ide mutlak, yaitu Tuhan. Dasar pandangan di atas akan mewarnai dan mempengaruhi konsep pendidikan yang akan dilakukan manusia. Bagi idealisme absolut dan filsafat yang bersumber pada religi, pendidikan akan memiliki tujuan yang lebih jauh, tidak hanya demi kehidupan duniawi, kehidupan alam fisik. Tetapi, akan memiliki tujuan yang lebih universal, yaitu ketertiban hidup manusia dengan kosmos dan dengan Maha Pencipta.

3.      Manusia
Pendidikan merupakan kegiatan khas manusiawi, hanya manusia lah yang secara sadar melakukan pendidikan untuk sesamanya. Pendidikan merupakan kegiatan antar manusia, oleh manusia dan untuk manusia. Oleh karena itu, pembicaraan tentang pendidikan tidak akan berarti apa-apa jika tidak membicarakan manusia.
Proses pendidikan merupakan interaksi pluralistis antara manusia dengan manusia, dengan lingkungan alamiah, sosial dan kultural akan sangat ditentukan oleh aspek manusianya. Kedudukan manusia sebagai subjek di dalam masyarakat dan di alam semesta ini, memiliki tanggung jawab yang besar dan mengemban amanat untuk membina dan mengembangkan manusia sesamanya, memelihara alam lingkungan hidup bersama. Lebih jauh lagi manusia bertanggung jawab atas martabat kemanusiaanya.
Pendidikan dalam arti luas  dan mendasar adalah usaha membantu manusia untuk merealisasikan dirinya, me-manusia-kan manusia. Sehingga manusia bisa menjadi manusia yang sebenarnya, insan kamil, manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Oleh karena itu, pembicaraan tentang manusia, siapa manusia, dari mana asal manusia, untuk apa manusia hidup dan bagaimana fungsi manusia dalam hidup ini, serta mau ke mana manusia adalah merupakan suatu pembahasan yang sangat mendasar dalam filsafat pendidikan.

b.      Epistemologi
Pertanyaan-pertanyaan yang tentang epistemology ini adalah hal-hal yang berkaitan dengan pengetahuan. Pengetahuan apa yang benar? Bagaimana mengetahui itu berlangsung? Bagaimana mengetahui bahwa kita mengetahui? Bagaimana kita memutuskan dua pandangan pengetahuan yang berlawanan? Dan lain-lain.
Bagi seorang guru, setiap jawaban dari pertanyaan-pertanyaan itu akan memiliki implikasi-implikasi signifikan yang digunakan untuk pendekatan-pendekatan pada kurikulum dan pengajaran. Pertama kita harus menentukan apa yang benar mengenai muatan yang akan kita ajarkan, kemudian kita harus memutuskan alat yang paling tepat untuk membawa muatan ini bagi siswa. Setidaknya ada 5 cara berbeda mengetahui yang merupakan minat/kepentingan guru, yaitu :
1.      Mengetahui yang didasarkan otoritas
Orang-orang memperoleh pengetahuan dari orang bijak, sastrawan, penceramah, atau penguasa di sekolah-sekolah, buku teks, guru, administrator yang merupakan sumber-sumber otoritas bagi siswa. Dalam percakapan sehari-hari, kita merujuk pada para ahli yang bernama sebagai sumber pengetahuan otoritatif. Mereka mengatakan bahwa kita akan memiliki penerbangan berawak ke Mars pada peralihan abad ini.
2.      Mengetahui yang didasarkan pada wahyu Tuhan
Sepanjang sejarah manusia, wahyu-wahyu supranatural telah menjadi suatu sumber pengetahuan mengenai dunia. Apakah itu Tuhan, matahari, manusia-manusia pertama, Tuhan/dewa-dewanya orang Yunani Kuno yang jumlahnya banyak, atau Tuhan Yahudi-Kristen, Islam dengan Al-Qur’annya, wahyu-wahyu Tuhan yang telah memberi manusia pengetahuan mengenai kehidupan.
3.      Mengetahui yang didasarkan pada empirisme (pengalaman)
Istilah empiris merujuk pada pengetahuan yang diperoleh melalui indera. Ketika kita menyatakan bahwa pengalaman adalah guru yang terbaik, kita merujuk pada mode mengetahui ini. Secara informal dan data empiris yang dikumpulkan mengarahkan kebanyakan perilaku keseharian kita.
4.      Mengetahui yang didasarkan pada nalar
Di sekolah-sekolah, para siswa belajar untuk menerapkan pemikiran rasional dalam mengerjakan tugas-tugas seperti memecahkan permasalahan matematis, membedakan fakta dan opini atau mempertahankan atau menyangkal argument tertentu. Banyak juga siswa yang mempelajari metoda menalar dan menganalisa data empiris yang dikenal sebagai metode ilmiah. Melalui metode ini, suatu permasalahan diidentifikasi, data yang relevan dikumpulkan, suatu hipotesis dirumuskan berdasarkan data ini, dan hipotesis diuji secara empiris.
5.      Mengetahui yang didasarkan pada intuisi
Hampir semua orang pada suatu kali memperoleh pengetahuan melalui intuisi, suatu bentuk mengetahui  nondiskursif (di luar nalar). Intuisi ditarik dari pengetahuan dan pengalaman awal kita dan memberi kita suatu pemahaman yang dekat terhadap situasi yang ada. Intuisi kita mempengaruhi kita bahwa kita mengetahui sesuatu, namun kita tidak mengetahui bagaimana kita mengetahui. Perasaan intuitif kita tampak merupakan campuran dari insting, emosi dan imajinasi.
Menurut Imam Bernabid (1976 : 12) kegunaan epistemology bagi pendidikan adalah epistemology diperlukan antara lain dalam hubungan dengan penyusunan dasar kurikulum. Kurikulum yang lazimnya diartikan sebagai sarana untuk mencapai tujuan pendidikan, dapat diumpamakan sebagai jalan raya yang perlu dilewati oleh siswa atau murid dalam usahanya untuk mengenal dan memahami pengetahuan. Agar mereka berhasil dalam mencapai tujuan perlu diperkenalkan sedikit demi sedikit hakikat dari pengetahuan.

c.       Aksiologi
Aksiologi sebagai cabang filsafat yang membahas nilai baik dan nilai buruk, indah dan tidak indah (jelek), erat berkaitan dengan pendidikan, karena dunia nilai akan selalu dipertimbangkan  atau akan menjadi dasar pertimbangan dalam menentukan tujuan pendidikan.
Pendidikan secara langsung berkaitan dengan nilai. Berdasarkan nilai tersebut, pendidikan dapat menentukan tujuan, motivasi, kurikulum, metode belajar, dan sebagainya. Pembahasan nilai-nilai pendidikan terletak di dalam rumusan dan uraian tentang tujuan pendidikan. Di dalam tujuan pendidikan itulah tersimpul semua nilai pendidikan yang hendak diwujudkan  di dalam pribadi peserta didik.
Pendidikan, pada hakekatnya merupakan suatu interaksi sosial. Dalam interaksi sosial ini diperlukan nilai yang merupakan faktor inheren di dalamnya. Nilai merupakan fungsi hubungan sosial.
Pada intinya aksiologi menyoroti fakta bahwa guru memiliki suatu minat tidak hanya pada kuantitas pengetahuan yang diperoleh siswa melainkan juga dalam kualitas kehidupan yang dimungkinkan  karena pengetahuan itu.
1.      Etika
Pengetahuan tentang etika dapat membantu guru memecahkan banyak dilema yang muncul di kelas. Etika dapat menyumbangkan kepada guru cara-cara berpikir mengenai permasalahan-permasalahan yang sulit untuk menentukan arah tindakan yang benar. Cabang dari filsafat ini juga membantu guru memahami bahwa “pemikiran etis dan pembuatan keputusan bukanlah semata-mata mengikuti aturan”.

2.      Estetika
Cabang dari aksiologi yang dikenal sebagai estetika itu berhubungan dengan nilai-nilai yang berkaitan dengan keindahan dan seni. Harry Broudy (Parkay, 1998), seorang filosof pendidikan yang terkenal, mengatakan bahwa seni itu penting, tidak “semata-mata indah”. Melalui peningkatan persepsi-persepsi estetis, para siswa dapat menemukan peningkatan makna dalam semua aspek kehidupan
Estetika juga membantu guru meningkatkan ke-efektif-annya. Pengajaran, karena dapat dipandang sebagai suatu bentuk ekspresi artistik, dapat dinilai menurut standar-standar artistik dari keindahan dan kualitas. Berkenaan dengan ini, guru adalah seorang seniman, dan secara terus menerus berusaha meningkatkan kualitas kerjanya.

d.      Logika
Penalaran merupakan suatu proses berpikir yang membuahkan pengetahuan. Agar pengetahuan yang dihasilkan penalaran itu memiliki dasar kebenaran, maka proses berpikir itu harus dilakukan dengan suatu cara tertentu. Suatu penarikan kesimpulan baru dikatakan sahih kalau proses penarikan kesimpulan tersebut dilakukan dengan cara tertentu tersebut. Cara penarikan kesimpulan disebut “logika”, yang secara luas didefenisikan sebagai “pengkajian untuk berpikir secara sahih”.
Logika adalah bidang filsafat yang berhubungan dengan proses penalaran dan mengidentifikasi aturan-aturan yang memungkinkan pemikir mencapai kesimpulan-kesimpulan yang sahih. Dua jenis proses penalaran logis yang perlu dikuasai para siswa Dimana para guru dapat memotivasinya adalah pemikiran deduktif dan induktif. Penalaran deduktif mensyaratkan pemikir untuk bergerak dari suatu prinsip atau proposisi umum ke suatu kesimpulan spesifik yang sahih. Logika deduktif membantu kita dalam menarik kesimpulan dari hal yang bersifat umum menjadi kasus yang bersifat individual (khusus).
Logika induktif erat kaitannya dengan penarikan kesimpulan dari kasus-kasus individual nyata menjadi kesimpulan yang bersifat umum. Di sini, siswa mulai dengan memeriksa contoh-contoh khusus yang pada akhirnya mengarah pada dapat diterimanya suatu proposisi umum. Pengajaran induktif seringkali disebut sebagai pengajaran penemuan, Dimana siswa menemukan atau menciptakan pengetahuan mereka sendiri tentang suatu topik.





BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Filsafat berusaha untuk memahami realitas secara menyeluruh. Begitu pula dengan filsafat pendidikan yang berusaha memahami pendidikan secara keseluruhan, menafsirkannya dengan konsep-konsep umum, yang akan membimbing kita dalam memilih tujuan dan kebijakan pendidikan. Dengan cara yang sama, filsafat mengkoordinasikan hasil-hasil penemuan sains yang berlainan dan berbeda-beda, maka filsafat pendidikan menafsirkan penemuan-penemuan tersebut berkaitan dengan pendidikan.
Filsafat pendidikan merupakan terapan dari filsafat umum, sehingga pembahasan dalam filsafat pendidikan akan berangkat dari filsafat umum. Maksudnya, filsafat pendidikan pada dasarnya menggunakan hasil-hasil dari filsafat, berupa hasil pemikiran manusia tentang realitas, pengetahuan dan nilai.

B.     Saran
Seiring dengan berkembangnya zaman, diharapkan bagi setiap guru agar dalam setiap tindakan yang akan diambil dalam bidang pendidikan sebaiknya didasarkan pada nilai-nilai agama. Karena apapun jenis pendidikan yang akan dilakukan pasti selalu berkaitan dengan nilai-nilai agama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar