1. PERKEMBANGAN
KEPRIBADIAN
Ciri baru dari model
konseling Ego adalah lebih menekankan pada fungsi ego. Dalam model konseling
Ego dikenal satu istilah yang sangat menonjol yaitu “ego strength“ tang artinya
kekuatan ego.
Pada dasarnya kegiatan
konseling adalah usaha memperkuat “Ego Strength”. Dengan demikian orang yang
bermasalah adalah orang yang memiliki ego yang lemah. Pada umumnya
masalah-masalah yang dialami individu diwarnai oleh kuat dan lemahnya ego
tersebut.
Pebedaan antara ego
menurut Sigmund Freud dengan Ego menurut Psikoanalisis Baru adalah menurut
freud, ego itu tumbuh dari Id atau merupakan kelanjutan daripada Id sedangkan
menurut Psikoanalisis baru,ego itu tidak terikat pada Id, jadi tumbuh sendiri
yang merupakan keseluruhan kepribadian. Ego itulah yang tumbuh dan menjadi
kepribadian seseorang. Jenis ego baru ini disebutnya juga dengan ego kreatif.
Erickson tidak
sependapat dengan Freud tentang hakekat manusia, dan dia beranggapan bahwa
manusia tidaklah dijadikan sesederhana binatang yang hanya bertingkah laku
berdasarkan pada instink atau semata-mata memenuhi kebutuhanya ( Freud
cenderung melihat bahwa dasarnya tingkah laku manusia itu adalah dalam rangka
memenuhi kebutuhan Id nya).
Manusia tidaklah
didorong oleh energy dari dalam, tetapi manusia itu lahir ke dunia untuk
merespon perangsang-perangsang yang berbeda-beda. Disini terlihat beda
pendapatnya dengan Sigmund Freud yang lebih menekankan peranan Id dalam
kehidupan, sedangkan konseling Ego lebih menekankan peranan ego dalam kehidupan
seseorang.
Egolah yang
mengembangkan segala sesuatunya,misalnya
kemampuan individu, keadaan dirinya, penyaluran minatnya, hubungan
sosialnya dan sebagainya.
Selanjutnya
dikemukakan dikemukakan oleh Hansen,dkk (1977) bahwa, seseorang individu haruslah
mempunyai ego yang sehat dan ego yang kuat.
Tahap Perkembangan
Kepribadian
Menurut Calvin S Hall
& Gander Lindzey (1978), Erickson merumuskan cirri-ciri perkembangan
kepribadian atas dua bagian yaitu perkembangan kepribadian yang sehat dan
perkembangan kepribadian yang gagal pada setiap tahap. Keseluruhan tahap
perkembangan kepribadian tersebut dibagi Erickson menjadi delapan tahap, empat
tahap perkembangan yang pertama sejalan dengan pengklasifikasian tahap
perkembangan psikoseksual menurut Sigmund Freud,yaitu yang berlangsung pada
masa kanak-kanak. Tahap perkembangan kelima berlangsung pada masa remaja,
sedangkan tiga tahap terakhir berlangsung pada masa dewasa dan masa tua.
Berikut ini diuraikan ke-8 tahap tersebut.
a.
Masa
Bayi Awal ( umur 0 sampai 1 tahun )
Pada tahap ini perkembangan yang sukses ditandai
dengan sikap percaya. Sikap ini dianutnya, apabila anak memperoleh kasih sayang
yang cukup dari orang tuanya dan kebutuhanya terpenuhi dengan baik. Pada diri
anak akan tertanam rasa percaya pada dunia, sebaliknya apabila pada masa ii
anak sering diterlantarkan dan dikasari, maka pada dirinya akan berkembang
sikap tidak percaya khususnya pada orang lain..
b.
Masa
Bayi Akhir ( umur 1 samapi 3 tahun)
Menurut Erickson
9 dalam Hansen,dkk: 1977), perkembangan anak yang sukses pada masa ini
ditandai oleh adanya otonomi. Sedangkan perkembangan yang gagal ditandai oleh
adanya perasaan ragu-ragu dan malu. Sikap orang tua yang cenderung melarang
melakukan sesuatu, apalagi memarahi dan menyesali tentang apa yang dilakukannya
itu tidak tepat, akibatnya akan dapat menumbuhkembangkan perasaan ragu-ragu dan
malu baik pada masa sekarang maupun pada masa tahap pekembangan berikutnya.
c.
Masa
Kanak-kanak Awal ( umur 3 – 5 tahun)
Pada tahap
ini, Perkembangan kepribadian yang sukses ditandai oleh adanya inisiatif.
Sedangkan perkembangan yang gagal ditandai dengan adanya perasaan bersalah.
Menurut Erickson, tugas pokok dari individu pada masa ini adalah membentuk rasa
memiliki kemampuan dan inisiatif. Sikap yang sebaiknya diambil oleh orang tua
pendidik lainnya adalah selalu member kesempatan pada anak untuk beraktualisasi
diri dengan berbagai percobaan yang ingin mereka lakukan.
d.
Masa
Kanak-Kanak Pertengahan (6 – 11 tahun)
Perkembangan
yang sukses pada masa ini ditandai dengan “menghasilkan”, sedangkan yang gagal
akan menjadi merasa rendah diri. Dapat dilihat bahwa anak SD sedikit demi
sedikit sudah dapat diberi kewajiban misalnya menyapu, mengerjakan PR sekolah,
membersihkan sepatu sendiri.
e.
Masa
Puber dan Remaja ( 12-20 tahun)
Menurut Salvatore R.Maddi (1980), Perkembangan yang
diinginkan pada masa ini adalah anak dapat mengenal identitas dirinya sendiri,
yaitu dia mengetahui siapa dirinya,apa potensinya dan hendak kemana arah
kehidupannya
f.
Masa
Dewasa Awal (21-30 tahun)
Ciri dari perkembangan kepribadian yang sukses pada
masa ini ditandai oleh adanya keintiman, sedangkan perkembangan yang gagal
ditandai oleh isolasi. Intim maksudnya adalah sudah memiliki kemampuan yang
baik untuk akrab dengan orang lain dan tidak suka menyendiri.
g.
Masa
Dewasa Pertengahan (30 – 55 tahun )
Perkembangan yang sukses ditandai oleh adanya
keaktifan dalam berbagai bidang secara umum. Misalnya secara umum dia aktif
dalam pekerjaan, aktif dalam organisasi, aktif dalam raga, dan sebagainya.
Selanjutnya menurut Rochman Natawijaya (1987)
kemampuan untuk generativity merupakan konsep yang luas yang dimanivestasikan
dalam bentuk kemampuan untuk mengasihi secara baik, bekerja baik, dan bagaimanapun baik.
h.
Masa
Dewasa Akhir ( 55 tahun keatas)
Perkembangan
yang sukses ditandai oleh adanya “intergrity” atau terpadu dan perkembangan
yang gagal ditandai dengan “despair” atau keputusasaan.
Perkembangan
Kepribadian
1.
Perkembangan
Kepribadian
a.
Kepribadian
merupakan produk dari berbagai factor dalam waktu yang cukup lama
b.
Perkembangan
psikososial (Erickson) :
·
Trust
·
Autonomy
·
Initiative
·
Industry
·
Ego
identity
·
Intimacy
·
Generality
·
Integrity
c.
Ego
berkembang atas kekuatan sendiri, tidak tergantung pada energy Id.
d.
Pertumbuhan
ego yang normal merupakan perkembangan kemampuan komunikasi pada anak :
·
Diferensiasi
·
Berkembang
melalui hubungan dengan lingkungan
·
Proses
sosialisasi
·
Coping
ability ( CA ), melalui :
ü Pola-pola baru tingkah
laku
ü Usaha sadar yang akan
menjadi otomatis
e.
Pola
dasar tingkah laku terbentuk pada masa enam tahun pertama (entama)
2. FUNGSI
EGO
Fungsi ego
: dibandingkan dengan teori psikoanalisis klasik, disini fungsi ego lebih
posotif, yaitu berhubungan dengan lingkungan melalui cara-cara rasional dan
sadar.
1.
Tiga
kategori fungsi ego:
a.
Impluse
economics (imec)/ fungsi Dorongan Ekonomis :
Kemampuan ego untuk tidak hanya mengontrol
dorongan-dorongan, tetapi menyalurkan kea rah tingkah laku yang lebih dapat
diterima dan berguna.
Fungsi ego impulse economic, maksudnya adalah
dorongan-dorongan yang menguntungkan disalurkan dengan cara yang baik dan
normative. Pada diri individu terdapat bermacam-macam dorongan yang setiap saat
muncul,misalnya dorongan untuk bekerja, berbicara, melakukan sesuatu dan
sebagainya. Fungsi ego disini adalah menyalurkan dengan cara mewujudkan dalam bentuk
tingkah laku secara baik yaitu yang baik dan dapat diterima oleh lingkungan.
b.
Cognitive fungtion (cogfun)/ Fungsi Kognitif :
Kemampuan ego untuk menganalisis dan berpikir logis
mengatasi perasaan ini merupakan kemampuan ego yang bebas dari pengaruh Id.
Fungsi ego kognitif maksudnya adalah berfungsinya
ego pada diri individu untuk menerima rangsangan dari luar kemudian
menyimpannya dan setelah itu dapat mempergunakannya untuk sesuatu keperluan
coping behafior. Individu yang memiliki fungsi kognitifnya dalam bertingkah
laku selalu menggunakan aspek pikiran, dan selalu diiringi dengan kemampuan
mengingat dan memutuskan. Sebaliknya apabila tidak berfungsi aspek kognitif ego
ini maka tingkah laku individu nampak agak sembrono, implus dan
kekanak-kanakan.
c.
Controlling
Fungsional (confun) :
Kemampuan ego untuk memusatkan usaha penyelesaian
tugas tanpa diganggu oleh perasaan.
Fungsi pengawasan disebut disebut juga dengan fungsi
control, maksudnya ego tidak membiarkan tingkah laku seseorang itu sembarangan
atau acak tetapi tingkah laku yang dilahirkan itu hendaknya merupakan tingkah
laku yang berpola dan menurut aturan tertentu.
Secara khusus fungsi ego yang mengontrol ini
termasuk juga mengontrol perasaan dan emosi terhadap tingkah laku yang
dimunculkan. Tingkah laku yang baik adalah penampilan tingkah laku tersebut
tidak begitu juga saja dicakari oleh emosi, dan sebagai sifat kerasionalanya
tingkah laku lebih tampak. Ciri fungsi control ini adalah individu yang
bertingkah laku tanpa diganggu oleh emosinya, orang yang paling tidak ada
kontrolnya adalah “Manic Depressive”
3. TINGKAH LAKU SALAH SUAI
Erickson (
dalam Hansen, dkk 1977 dan C.H Patterson, 1966) merumuskan munculnya tingkah
laku salah suai pada diri seseorang disebabkan oleh 3 faktor yaitu :
1.
Individu
dulu-dulunya kehilangan kemampuan atau tidak diperkenankan merespon rangsangan
dari luar secara tepat sehingga pada saat sekarang menjadi salah tingkah.
2.
Apabila
pola-pola coping behavior yang sudah terbina pada dirinya sekarang tidak sesuai
lagi dengan situasi setempat dimana dia itu berada.
3.
Fungsi
ego tidak berjalan dengan baik
Jadi dari
ketiga ego yang telah dibicarakan diatas salah satu, salah dua, atau ketiganya
tidak berjalan dengan baik sewaktu individu tersebut bertingkah laku.
Gejala-gejala
umum tingkah laku abnormal yaitu adanya tingkah laku yang tidak luwes, tidak
fleksibel dan individu tersebut tidak dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungan.
4. TUJUAN
KONSELING
Menurut C.H Patterson (1966), tujuan konseling
berdasarkan pandangan teori Erickson, ialah memfungsikan ego klien yang
sebelumnya tidak berfungsi dengan penuh. Hansen, dkk (1977) menambahkan bahwa
tujuan konseling adalah melakukan perubahan-perubahan pada diri klien sehingga terbentuk
coping behavior yang dikehendaki dan dapat terbina dan agar ego klien itu dapat
lebih kuat.
Adapun tujuan lain
dari Konseling Ego ini adalah :
1)
Keseluruhan
pribadi harus diarahkan untuk merubah, kalau klien mau dibantu.
2)
Konselor
membantu klien memperbaiki satu-dua fungsi ego yang rusak sehingga menimbulkan
kesulitan begi klien.
3)
Dengan
demikian tujuan utama konseling ialah membantu klien membangun identitas ego,
memperluas dan memperkuat berfungsinya system ego pada diri klien.
Terintegrasinya
ego seseorang dapat di lihat dari cirri-ciri yang ada pada tahap perkembangan
yang sukses dilalui individu dan berjalan atau tidaknya fungsi egonya. Ego yang
baik adalah ego yang luwes, yaitu yang selalu dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungan dimana dia berada.
5. TEKNIK
KONSELING
Teknik Konseling ego
menurut Hansen (1977) adalah :
1)
Pertama-tama
konselor perlu membina hubungan yang akrab dengan kliennya, sehingga dapat
muncul kepercayaan pada diri klien terhadap konselornya.
2)
Usaha
yang dilakukan konselor harus dipusatkan pada masalah yang dikeluhkan oleh
klien, khususnya pada masalah yang ternyata di dalamnya tampak kekuatan egonya
melemah.
3)
Pembahasan
itu dipusatkan pada aspek-aspek kognitif
. tetapi hal yang mempunyai kaitan langsung dengan perasaan juga disinggung.
4)
Mengembangkan
situasi “ambiguitas”. Untuk terbinanya suasana ambigius itu ada beberapa hal
yang dapat dilakukan yaitu :
·
Konselor
memberikan kesempatan kepada klien bagi munculnya perasaan-perasaan dari dalam
diri klien.
·
Klien
diperkenankan mengemukakan kediriannya sendiri yang mungkin berbeda dengan
orang lain
·
Konselor
menyediakan fasilitas yang memungkinkan terjadinya transference melalui
proyeksi. Transference maksudnya adalah tembus pandang.
·
Pada
saat klien melakukan transference, maka konselor hendaklah melakukan kontra
transference. Maksudnya konselor mengendalikan diri terhadap kesan-kesan pada
klien.
·
Konselor
hendaknya melakukan diagnosis dengan dimensi-dimensi yaitu:
ü Perincian dari masalah
yang sedang dialami klien saat diselenggarakan konseling itu.
ü Sebab-sebab timbulnya
masalah tersebut
ü Letak masalah itu
dimana
ü Kekuatan dan kelemahan
masing-masing orang yang bermasalah
ü Sangkut paut berbagai
komponen dari masalah tersebut.
·
Membangun
fungsi ego yang baru, dengan cara :
ü Dapat dikemukakan
berbagai gagasan-gagasan tersebut langsung diberikan upaya pengubahan tingkah
laku.
ü Berdasarkan diagnosis
dan gagasan-gagasan tersebut langsung diberikan upaya pengubahan tingkah laku.
ü Pembuatan kontrak
untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang telah diputuskan dalam konseling.
Teknik
Konseling Ego
1)
Lebih
memusatkan pada ciri-ciri individu yang normal dan sadar, daripada
mengungkapkan motif-motif yang tidak disadari yang melatarbelakangi tingkah
laku klien
2)
Lebih
terpusat pada :
·
Ranah
koknitif daripada konatif
·
Tingkah
laku sekarang daripada yang sudah berlalu
·
Hubungan
klien dengan situasi nyata yang menyebabkan kesulitan
3)
Membantu
klien memahami bagaimana tingkah lakunya selama ini tidak fungsional dalam
menghadapi situasi, dan bagaimana ia membangun tingkah laku baru untuk mengubah
situasi yang dihadapinya
4)
Konselor
:
·
Hangat
dan sopan
·
Professional
terlatih
·
Bekerja
dengan individu normal yang mengalami masalah khusus, dalam waktu yang relative
singkat.
5)
Teknik
:
Teknik
yang dipakai tidaklah kaku, melainkan luwes sesuai dengan hak klien untuk
menjadi dirinya sendiri :
·
Pengawalan
: membina hubungan antara klien dan konselor.
·
Pengontrolan
proses:
ü Memusatkan kegiatan
pada tugas membangun ego strength klien
ü Mengontrol keseimbangan
antara ekspresi klien yang bersifat kognitif maupun konatif (emosi)
ü Mengontrol ambiguitas
dalam proses konseling untuk, mengontraskan perasaan, Menampilkan keunikan
pribadi klien, Membangun tranferensi melalui proyeksi.
·
Tranferensi
(trans) : tidak seperti pada psikoanalisis klasik, dalam ego konseling
tranferensi dimaksudkan sebagai perasaan klien yang timbul terhadap konselor.
·
Counter
transference (kontrans) : upaya konselor untuk mencegah perasaannya terhadap
klien muncul dan mempengaruhi proses konseling
·
Diagnosis
dan interpretasi : konselor bertanggung jawab merumuskan damn mendiagnosis
masalah, serta memberikan kesempatan kepada klien untuk memahami
masalah-masalahnya itu.
·
Apabila
klien sudah mulai menyadari masalahnya, proses konselling diarahkan ke
pembentukan tingkah laku baru :
ü Konselor mengajarkan
cara-cara baru
ü Klien dilatih
ü Mempergunakan tugas
rumah yang harus dikerjakan klien.
Jadi dapat
disimpulkan atau dirumuskan pada teknik Konseling Ego berupa rambu-rambu dalam
penyelenggaraan konseling ego adalah :
1.
Konselor
perlu membina hubungan yang akrab dengan kliennya
2.
Usaha
yang dilakukan konselor harus dipusatkan pada masalah yang dikeluhkan oleh
klien, khususnya pada masalah yang ternyata didalamnya tampak kekuatan pada
masalah yang ternyata didalamnya tampak kekuatan egonya melemah
3.
Pembahasan
itu dipusatkan pada aspek-aspek kognitif
4.
Mengembangkan
situasi “ambiguitas”
Sumber:
Taufik (2009). Model-model
konseling . UNP. Padang
Prayitno
(1998). Konseling Pancawaskita. FIP
UNP,Padang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar