Kamis, 22 November 2012

KONSELING EGO


1.      PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN
Ciri baru dari model konseling Ego adalah lebih menekankan pada fungsi ego. Dalam model konseling Ego dikenal satu istilah yang sangat menonjol yaitu “ego strength“ tang artinya kekuatan ego.
Pada dasarnya kegiatan konseling adalah usaha memperkuat “Ego Strength”. Dengan demikian orang yang bermasalah adalah orang yang memiliki ego yang lemah. Pada umumnya masalah-masalah yang dialami individu diwarnai oleh kuat dan lemahnya ego tersebut.
Pebedaan antara ego menurut Sigmund Freud dengan Ego menurut Psikoanalisis Baru adalah menurut freud, ego itu tumbuh dari Id atau merupakan kelanjutan daripada Id sedangkan menurut Psikoanalisis baru,ego itu tidak terikat pada Id, jadi tumbuh sendiri yang merupakan keseluruhan kepribadian. Ego itulah yang tumbuh dan menjadi kepribadian seseorang. Jenis ego baru ini disebutnya juga dengan ego kreatif.
Erickson tidak sependapat dengan Freud tentang hakekat manusia, dan dia beranggapan bahwa manusia tidaklah dijadikan sesederhana binatang yang hanya bertingkah laku berdasarkan pada instink atau semata-mata memenuhi kebutuhanya ( Freud cenderung melihat bahwa dasarnya tingkah laku manusia itu adalah dalam rangka memenuhi kebutuhan Id nya).
Manusia tidaklah didorong oleh energy dari dalam, tetapi manusia itu lahir ke dunia untuk merespon perangsang-perangsang yang berbeda-beda. Disini terlihat beda pendapatnya dengan Sigmund Freud yang lebih menekankan peranan Id dalam kehidupan, sedangkan konseling Ego lebih menekankan peranan ego dalam kehidupan seseorang.
Egolah yang mengembangkan segala sesuatunya,misalnya  kemampuan individu, keadaan dirinya, penyaluran minatnya, hubungan sosialnya dan sebagainya.
Selanjutnya dikemukakan dikemukakan oleh Hansen,dkk (1977) bahwa, seseorang individu haruslah mempunyai ego yang sehat dan ego yang kuat.

Tahap Perkembangan Kepribadian

Menurut Calvin S Hall & Gander Lindzey (1978), Erickson merumuskan cirri-ciri perkembangan kepribadian atas dua bagian yaitu perkembangan kepribadian yang sehat dan perkembangan kepribadian yang gagal pada setiap tahap. Keseluruhan tahap perkembangan kepribadian tersebut dibagi Erickson menjadi delapan tahap, empat tahap perkembangan yang pertama sejalan dengan pengklasifikasian tahap perkembangan psikoseksual menurut Sigmund Freud,yaitu yang berlangsung pada masa kanak-kanak. Tahap perkembangan kelima berlangsung pada masa remaja, sedangkan tiga tahap terakhir berlangsung pada masa dewasa dan masa tua. Berikut ini diuraikan ke-8 tahap tersebut.
a.       Masa Bayi Awal ( umur 0 sampai 1 tahun )
Pada tahap ini perkembangan yang sukses ditandai dengan sikap percaya. Sikap ini dianutnya, apabila anak memperoleh kasih sayang yang cukup dari orang tuanya dan kebutuhanya terpenuhi dengan baik. Pada diri anak akan tertanam rasa percaya pada dunia, sebaliknya apabila pada masa ii anak sering diterlantarkan dan dikasari, maka pada dirinya akan berkembang sikap tidak percaya khususnya pada orang lain..
b.      Masa Bayi Akhir ( umur 1 samapi 3 tahun)
Menurut Erickson  9 dalam Hansen,dkk: 1977), perkembangan anak yang sukses pada masa ini ditandai oleh adanya otonomi. Sedangkan perkembangan yang gagal ditandai oleh adanya perasaan ragu-ragu dan malu. Sikap orang tua yang cenderung melarang melakukan sesuatu, apalagi memarahi dan menyesali tentang apa yang dilakukannya itu tidak tepat, akibatnya akan dapat menumbuhkembangkan perasaan ragu-ragu dan malu baik pada masa sekarang maupun pada masa tahap pekembangan berikutnya.
c.       Masa Kanak-kanak Awal ( umur 3 – 5 tahun)
Pada tahap ini, Perkembangan kepribadian yang sukses ditandai oleh adanya inisiatif. Sedangkan perkembangan yang gagal ditandai dengan adanya perasaan bersalah. Menurut Erickson, tugas pokok dari individu pada masa ini adalah membentuk rasa memiliki kemampuan dan inisiatif. Sikap yang sebaiknya diambil oleh orang tua pendidik lainnya adalah selalu member kesempatan pada anak untuk beraktualisasi diri dengan berbagai percobaan yang ingin mereka lakukan.
d.      Masa Kanak-Kanak Pertengahan (6 – 11 tahun)
Perkembangan yang sukses pada masa ini ditandai dengan “menghasilkan”, sedangkan yang gagal akan menjadi merasa rendah diri. Dapat dilihat bahwa anak SD sedikit demi sedikit sudah dapat diberi kewajiban misalnya menyapu, mengerjakan PR sekolah, membersihkan sepatu sendiri.

e.       Masa Puber dan Remaja ( 12-20 tahun)
Menurut Salvatore R.Maddi (1980), Perkembangan yang diinginkan pada masa ini adalah anak dapat mengenal identitas dirinya sendiri, yaitu dia mengetahui siapa dirinya,apa potensinya dan hendak kemana arah kehidupannya
f.       Masa Dewasa Awal (21-30 tahun)
Ciri dari perkembangan kepribadian yang sukses pada masa ini ditandai oleh adanya keintiman, sedangkan perkembangan yang gagal ditandai oleh isolasi. Intim maksudnya adalah sudah memiliki kemampuan yang baik untuk akrab dengan orang lain dan tidak suka menyendiri.
g.       Masa Dewasa Pertengahan (30 – 55 tahun )
Perkembangan yang sukses ditandai oleh adanya keaktifan dalam berbagai bidang secara umum. Misalnya secara umum dia aktif dalam pekerjaan, aktif dalam organisasi, aktif dalam raga, dan sebagainya.
Selanjutnya menurut Rochman Natawijaya (1987) kemampuan untuk generativity merupakan konsep yang luas yang dimanivestasikan dalam bentuk kemampuan untuk mengasihi secara baik, bekerja  baik, dan bagaimanapun baik.
h.      Masa Dewasa Akhir ( 55 tahun keatas)
Perkembangan yang sukses ditandai oleh adanya “intergrity” atau terpadu dan perkembangan yang gagal ditandai dengan “despair” atau keputusasaan.

Perkembangan Kepribadian
1.      Perkembangan Kepribadian
a.       Kepribadian merupakan produk dari berbagai factor dalam waktu yang cukup lama
b.      Perkembangan psikososial (Erickson) :
·         Trust
·         Autonomy
·         Initiative
·         Industry
·         Ego identity
·         Intimacy
·         Generality
·         Integrity
c.       Ego berkembang atas kekuatan sendiri, tidak tergantung pada energy Id.
d.      Pertumbuhan ego yang normal merupakan perkembangan kemampuan komunikasi pada anak :
·         Diferensiasi
·         Berkembang melalui hubungan dengan lingkungan
·         Proses sosialisasi
·         Coping ability ( CA ), melalui :
ü  Pola-pola baru tingkah laku
ü  Usaha sadar yang akan menjadi otomatis
e.       Pola dasar tingkah laku terbentuk pada masa enam tahun pertama (entama)
2.      FUNGSI EGO
Fungsi ego : dibandingkan dengan teori psikoanalisis klasik, disini fungsi ego lebih posotif, yaitu berhubungan dengan lingkungan melalui cara-cara rasional dan sadar.
1.      Tiga kategori fungsi ego:
a.       Impluse economics (imec)/ fungsi Dorongan Ekonomis :
Kemampuan ego untuk tidak hanya mengontrol dorongan-dorongan, tetapi menyalurkan kea rah tingkah laku yang lebih dapat diterima dan berguna.
Fungsi ego impulse economic, maksudnya adalah dorongan-dorongan yang menguntungkan disalurkan dengan cara yang baik dan normative. Pada diri individu terdapat bermacam-macam dorongan yang setiap saat muncul,misalnya dorongan untuk bekerja, berbicara, melakukan sesuatu dan sebagainya. Fungsi ego disini adalah menyalurkan dengan cara mewujudkan dalam bentuk tingkah laku secara baik yaitu yang baik dan dapat diterima oleh lingkungan.
b.       Cognitive fungtion (cogfun)/ Fungsi Kognitif :
Kemampuan ego untuk menganalisis dan berpikir logis mengatasi perasaan ini merupakan kemampuan ego yang bebas dari pengaruh Id.
Fungsi ego kognitif maksudnya adalah berfungsinya ego pada diri individu untuk menerima rangsangan dari luar kemudian menyimpannya dan setelah itu dapat mempergunakannya untuk sesuatu keperluan coping behafior. Individu yang memiliki fungsi kognitifnya dalam bertingkah laku selalu menggunakan aspek pikiran, dan selalu diiringi dengan kemampuan mengingat dan memutuskan. Sebaliknya apabila tidak berfungsi aspek kognitif ego ini maka tingkah laku individu nampak agak sembrono, implus dan kekanak-kanakan.

c.       Controlling Fungsional (confun) :
Kemampuan ego untuk memusatkan usaha penyelesaian tugas tanpa diganggu oleh perasaan.
Fungsi pengawasan disebut disebut juga dengan fungsi control, maksudnya ego tidak membiarkan tingkah laku seseorang itu sembarangan atau acak tetapi tingkah laku yang dilahirkan itu hendaknya merupakan tingkah laku yang berpola dan menurut aturan tertentu.
Secara khusus fungsi ego yang mengontrol ini termasuk juga mengontrol perasaan dan emosi terhadap tingkah laku yang dimunculkan. Tingkah laku yang baik adalah penampilan tingkah laku tersebut tidak begitu juga saja dicakari oleh emosi, dan sebagai sifat kerasionalanya tingkah laku lebih tampak. Ciri fungsi control ini adalah individu yang bertingkah laku tanpa diganggu oleh emosinya, orang yang paling tidak ada kontrolnya adalah “Manic Depressive”

3. TINGKAH LAKU SALAH SUAI
Erickson ( dalam Hansen, dkk 1977 dan C.H Patterson, 1966) merumuskan munculnya tingkah laku salah suai pada diri seseorang disebabkan oleh 3 faktor yaitu :
1.      Individu dulu-dulunya kehilangan kemampuan atau tidak diperkenankan merespon rangsangan dari luar secara tepat sehingga pada saat sekarang menjadi salah tingkah.
2.      Apabila pola-pola coping behavior yang sudah terbina pada dirinya sekarang tidak sesuai lagi dengan situasi setempat dimana dia itu berada.
3.      Fungsi ego tidak berjalan dengan baik
Jadi dari ketiga ego yang telah dibicarakan diatas salah satu, salah dua, atau ketiganya tidak berjalan dengan baik sewaktu individu tersebut bertingkah laku.
Gejala-gejala umum tingkah laku abnormal yaitu adanya tingkah laku yang tidak luwes, tidak fleksibel dan individu tersebut tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan.



4.      TUJUAN KONSELING
Menurut  C.H Patterson (1966), tujuan konseling berdasarkan pandangan teori Erickson, ialah memfungsikan ego klien yang sebelumnya tidak berfungsi dengan penuh. Hansen, dkk (1977) menambahkan bahwa tujuan konseling adalah melakukan perubahan-perubahan pada diri klien sehingga terbentuk coping behavior yang dikehendaki dan dapat terbina dan agar ego klien itu dapat lebih kuat.
Adapun tujuan lain dari Konseling Ego ini adalah :
1)      Keseluruhan pribadi harus diarahkan untuk merubah, kalau klien mau dibantu.
2)      Konselor membantu klien memperbaiki satu-dua fungsi ego yang rusak sehingga menimbulkan kesulitan begi klien.
3)      Dengan demikian tujuan utama konseling ialah membantu klien membangun identitas ego, memperluas dan memperkuat berfungsinya system ego pada diri klien.
Terintegrasinya ego seseorang dapat di lihat dari cirri-ciri yang ada pada tahap perkembangan yang sukses dilalui individu dan berjalan atau tidaknya fungsi egonya. Ego yang baik adalah ego yang luwes, yaitu yang selalu dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan dimana dia berada.
5.      TEKNIK KONSELING
Teknik Konseling ego menurut  Hansen (1977) adalah :
1)      Pertama-tama konselor perlu membina hubungan yang akrab dengan kliennya, sehingga dapat muncul kepercayaan pada diri klien terhadap konselornya.
2)      Usaha yang dilakukan konselor harus dipusatkan pada masalah yang dikeluhkan oleh klien, khususnya pada masalah yang ternyata di dalamnya tampak kekuatan egonya melemah.
3)      Pembahasan itu dipusatkan pada aspek-aspek  kognitif . tetapi hal yang mempunyai kaitan langsung dengan perasaan juga disinggung.
4)      Mengembangkan situasi “ambiguitas”. Untuk terbinanya suasana ambigius itu ada beberapa hal yang dapat dilakukan yaitu :
·         Konselor memberikan kesempatan kepada klien bagi munculnya perasaan-perasaan dari dalam diri klien.
·         Klien diperkenankan mengemukakan kediriannya sendiri yang mungkin berbeda dengan orang lain
·         Konselor menyediakan fasilitas yang memungkinkan terjadinya transference melalui proyeksi. Transference maksudnya adalah tembus pandang.
·         Pada saat klien melakukan transference, maka konselor hendaklah melakukan kontra transference. Maksudnya konselor mengendalikan diri terhadap kesan-kesan pada klien.
·         Konselor hendaknya melakukan diagnosis dengan dimensi-dimensi yaitu:
ü  Perincian dari masalah yang sedang dialami klien saat diselenggarakan konseling itu.
ü  Sebab-sebab timbulnya masalah tersebut
ü  Letak masalah itu dimana
ü  Kekuatan dan kelemahan masing-masing orang yang bermasalah
ü  Sangkut paut berbagai komponen dari masalah tersebut.
·         Membangun fungsi ego yang baru, dengan cara :
ü  Dapat dikemukakan berbagai gagasan-gagasan tersebut langsung diberikan upaya pengubahan tingkah laku.
ü  Berdasarkan diagnosis dan gagasan-gagasan tersebut langsung diberikan upaya pengubahan tingkah laku.
ü  Pembuatan kontrak untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang telah diputuskan dalam konseling.

Teknik Konseling Ego
1)      Lebih memusatkan pada ciri-ciri individu yang normal dan sadar, daripada mengungkapkan motif-motif yang tidak disadari yang melatarbelakangi tingkah laku klien
2)      Lebih terpusat pada :
·         Ranah koknitif daripada konatif
·         Tingkah laku sekarang daripada yang sudah berlalu
·         Hubungan klien dengan situasi nyata yang menyebabkan kesulitan
3)      Membantu klien memahami bagaimana tingkah lakunya selama ini tidak fungsional dalam menghadapi situasi, dan bagaimana ia membangun tingkah laku baru untuk mengubah situasi yang dihadapinya

4)      Konselor :
·         Hangat dan sopan
·         Professional terlatih
·         Bekerja dengan individu normal yang mengalami masalah khusus, dalam waktu yang relative singkat.
5)      Teknik :
Teknik yang dipakai tidaklah kaku, melainkan luwes sesuai dengan hak klien untuk menjadi dirinya sendiri :
·         Pengawalan : membina hubungan antara klien dan konselor.
·         Pengontrolan proses:
ü  Memusatkan kegiatan pada tugas membangun ego strength klien
ü  Mengontrol keseimbangan antara ekspresi klien yang bersifat kognitif maupun konatif (emosi)
ü  Mengontrol ambiguitas dalam proses konseling untuk, mengontraskan perasaan, Menampilkan keunikan pribadi klien, Membangun tranferensi melalui proyeksi.
·         Tranferensi (trans) : tidak seperti pada psikoanalisis klasik, dalam ego konseling tranferensi dimaksudkan sebagai perasaan klien yang timbul terhadap konselor.
·         Counter transference (kontrans) : upaya konselor untuk mencegah perasaannya terhadap klien muncul dan mempengaruhi proses konseling
·         Diagnosis dan interpretasi : konselor bertanggung jawab merumuskan damn mendiagnosis masalah, serta memberikan kesempatan kepada klien untuk memahami masalah-masalahnya itu.
·         Apabila klien sudah mulai menyadari masalahnya, proses konselling diarahkan ke pembentukan tingkah laku baru :
ü  Konselor mengajarkan cara-cara baru
ü  Klien dilatih
ü  Mempergunakan tugas rumah yang harus dikerjakan klien.
Jadi dapat disimpulkan atau dirumuskan pada teknik Konseling Ego berupa rambu-rambu dalam penyelenggaraan konseling ego adalah :
1.      Konselor perlu membina hubungan yang akrab dengan kliennya
2.      Usaha yang dilakukan konselor harus dipusatkan pada masalah yang dikeluhkan oleh klien, khususnya pada masalah yang ternyata didalamnya tampak kekuatan pada masalah yang ternyata didalamnya tampak kekuatan egonya melemah
3.      Pembahasan itu dipusatkan pada aspek-aspek kognitif
4.      Mengembangkan situasi “ambiguitas”


Sumber:  Taufik (2009). Model-model konseling . UNP. Padang
               Prayitno (1998). Konseling Pancawaskita. FIP UNP,Padang














Tidak ada komentar:

Posting Komentar