BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang Masalah
Kita
ketahui bahwa sebelum reformasi, sistem politik yang berlangsung di Indonesia
adalah sistem politik yang tertutup, partisipasi masyarakat dianggap sebagai
sesuatu yang remeh dan tidak terlalu penting bagi pemerintah. Pemerintah selalu
yakin bahwa dialah satu-satunya aktor yang benar-benar tahu akan kepentingan
dan kebutuhan masyarakat. Atas nama pembangunan dan kesejahteraan yang
ditafsirkan sepihak oleh pemerintah, kebijakan publik acapkali membawa
malapetaka bagi masyarakat karena masyarakat tidak dilibatkan dalam proses
pembuatan keputusan tersebut. Tidak adanya ruang dalam proses pembuatan
kebijakan publik mengakibatkan kebijakan publik yang dibuat seringkali tidak
sesuai dengan kehendak dan kebutuhan rakyat.
Di
masa lalu (Orde Baru), aktor-aktor yang terlibat dalam proses pembuatan
kebijakan publik sangat terbatas dan hanya berkisar di lingkaran kecil elit
birokrasi dan militer. Sehingga beragam artikulasi kepentingan di luar
birokrasi lebih banyak ditanggapi melalui proses klientelisme atau penyerapan
(absorsi) tanpa proses pelibatan aktor extra state.
Dengan
lahirnya reformasi, ada dua perubahan besar yang terjadi di Indonesia yaitu
demokratisasi dan desentralisasi. Dengan adanya demokrasi, tuntutan membuka
ruang partisipasi yang luas bagi masyarakat menjadi sesuatu yang tak terelakkan
lagi. Dalam sistem politik demokratis, perumusan kebijakan publik mensyaratkan
hal-hal mendasar yang sebelumnya terabaikan, yaitu melibatkan masyarakat secara
aktif dalam proses pembuatan kebijakan.
2.
Rumusan
Masalah
Kajian pada
pembahasan makalah ini difokuskan pada Siapa sajakah mereka? Apakah rakyat
miskin yang termarginalkan itu juga termasuk di dalamnya? Lalu masyarakat yang
bagaimanakah yang dimaksud? Sebenarnaya apakah partisipasi politik itu?
Aspek-aspek apa saja yang ada didalamnya?
BAB II
PEMBAHASAN
1. Makna Partisipasi Politik
Pemaknaan
partisipasi bukan sekedar Vote melainkan Voice, Acces dan control.
Vote disebut dengan partisipasi politik (political participation)
secara terbatas, maka voice, akses dan kontrol merupakan bentuk
partisipasi warga (citizen participation) yang dilakukan secara
aktif oleh berbagai elemen warga masyarakat. Partisipasi politik merupakan
proses dimana anggota masyarakat mampu membagi pandangan mereka dan menjadi
bagian dari proses pembuatan keputusan dan berbagai aktivitas perencanaan;
kegiatan yang dilakukan masyarakat untuk dapat mempenagruhi keputusan-keputusna
pemerintah.. Melalui proses ini berbagai pihak yang berkepentingan berusaha
mempengaruhi pemegang kewenangan dan kontrol disaat merumuskan
inisiatif-inisiatif pembangunan, ketika mengambil keputusan-keputusan dan
menentukan sumber daya yang nantinya bisa mempengaruhi mereka.
Selain dari
itu, kami mendefinisikan partisipasi politik merupakan semua kegiatan untuk
mempengaruhi keputusan pemerintah, tak peduli apakah itu legal atau ilegal
dalam norma-norma yang berlaku dalam sistem politik di negara yang
bersangkutan. Dengan demikian maka protes-protes, huruhara, demonstrasi dan
malahan bentuk bentuk kekerasan pemberontakan yang dimaksudkan untuk
mempengaruhi pejabat-pejabat pemerintahan merupakan bentuk-bentuk partisipasi
politik. Bahkan bentuk partisipasi yang legal pun seperti lobbying,
contacting atau pemilihan juga bisa diwarnai kegiatan-kegiatan ilegal
didalamnya misalnya penyuapan, intimidasi, pemalsuan hasil pemilihan, dsb.
Batas antara legal dan ilegal sangat sulit ditetapkan karena banyak juga
kegiatan ilegal hanya merupakan perpanjangan dari upaya-upaya yang legal untuk
mempengaruhi pengambilan keputusan-keputusan oleh pemerintah.
Usaha-usaha
untuk mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah dapat melibatkan usaha
membujuk atau menekan pejabat-pejabat untuk bertindak (atau tidak bertindak)
dengan cara-cara tertentu. Atau para partisipan dapat berusaha untuk
menggantikan pengambil-penganmbil keputusan pada waktu itu dengan orang-orang
lain yang mereka harapkan akan lebih tanggap terhadap preferensi-preferensi dan
kebutuhan-kebutuhan mereka. Jadi, partisipasi politik dapat diarahkan untuk
mengubah keputusan-keputusan pejabat-pejabat yang sedang berkuasa, menggantikan
atau mempertahankan pejabat-pejabat itu, atau mempertahankan organisasi sistem
politik yang ada dan aturan-aturan permainan politiknya. Semuanya merupakan
cara-cara untuk mempengaruhi keputusan-keputusan pemerintah.
2. Bentuk-bentuk Partisipasi Politik
(1). Kegiatan
pemilihan, mencakup suara, akan tetapi juga sumbangan-sumbangan untuk
kampanye, bekerja dama suatu pemilihan, mencari dukungan bagi seorang calon,
atau setiap tindakan yang bertujuan mempengaruhi hasil proses pemilihan. Ikut
dalam pemungutan suara adalah jauh lebih luas dibandingkan dengan bentuk-bentuk
partisipasi politik lainnya. Walaupun demikian pemilihan adalah
salah satu bagian dari bentuk partisipasi, jadi tidak bisa dikatakan bahwa jika
partisipasi masyarakat dalam pemilihan atau pemungutan suara meningkat berarti
bentuk-bentuk partisipasi politik lainnya juga meningkat demikian juga sebaliknya.
(2). Lobbying,
mencakup upaya-upaya perorangan atau kelompok untuk menghubungi pejabat-pejabat
pemerintah dan pemimpin-pemimpin politik dengan maksud mempengaruhi keputusan –
keputusan mereka mengenai persoalan-persoalan yang menyangkut sejumlah besar
orang. Contoh-contoh yang jelas adalah kegiatan yang ditujukan untuk
menimbulkan dukungan bagi atau oposisi terhadap, suatu usul legislative atau
keputusan administrasif tertentu.
(3). Kegiatan
organisasi, tujuan utama dan eksplisitnya adalah mempengaruhi pengambilan
keputusan pemerintah. Organisasi ini dapat memusatkan usahanya kepada
kepentingan-kepentingan yang sangat khusus atau pada masalah umum yang beraneka
ragam. Menjadi anggota organisasi sudah merupakan bentuk partisipasi politik
tak peduli apakah orang yang bersangkutan ikut atau tidak dalam upaya
organisasi untuk mempengaruhi keputusan pemerintah. Keanggotan yang tidak aktif
dapat dianggap sebagai partisipasi melalui orang lain.
(4). Mencari
koneksi (contacting) merupakan tindakan perorangan yang ditujukan terhadap
pejabat-pejabat pemerintah dan biasanya dengan maksud memperoleh manfaat bagi
hanya satu orang atau segelintir orang.
(5). Tindak
kekerasan (violence), upaya untuk mempengaruhi pengambilan keputusan oleh
pemerintah dengan jalan menimbulkan kerugian fisik terhadap orang-orang atau
harta benda
Partisipasi
dapat dipahami sebagai prinsip, proses maupun ruang. Partisipasi bisa menjadi
sebuah prinsip dan nilai dasar yang menjadi semangat dalam seluruh proses
kebijakan. Namun partisipasi juga bisa merupakan rangkaian proses kebijakan
yang efektif, efisien, dan pro publik dengan cara meningkatkan kualitas
interaksi yang bersifat dua arah dan saling menguntungkan antara pemerintah dan
warganya. Selain itu partisipasi juga bisa merupakan arena yang memberikan
ruang kepada pihak-pihak yang terkena imbas langsung oleh kebijakan publik.
Dengan demikian partisipasi bukan hanya dimengerti sebagai tujuan semata tetapi
juga sebagai sarana untuk mewujudkan kebijakan yang pro publik dan sensitif.
Dari sini diharapkan terwujudnya kesejahteraan sosial yang menjadi dasar
eksistensi kebijakan publik, secara adil dan merata.
Unsur-unsur dalam partisipasi
1.
Keterwakilan
Merupakan
aspek penting dari apa yang disebut dengan “ keadilan ni artinya, adanya peluang
yang sama untuk memberikan suara dan menyatakan pilihan bagi seluruh masyrakat
tanpa pengecualian.
2. Keterlibatan
Bila ingin
mengembangkan partisipasi dalam proses kebijakan maka adanya keterlibatan
pihak-pihak yang berkepentingan dan yang merasakan langsung efek kebijakan
harus ada. Sebab apda dasarnya, apabila yang menjadi masalah adalah maslaah
publik maka publik jugalah yang berhak menentukan penyelesaiannya. Hal ini
harus diawali dengan mengubah relasi antara pemerintah dengan masyarakat yang
pada awalnya sangat bersifat hierarkis dan superordinat menjadi lebih cair,
berdasarkan semangat saling berbagi sumberdaya dan saling percaya.
Syarat agar partisipasi dapat
berjalan
1.
Keleluasaan,
ada dua ruang yaitu ruang politik dan sosial yan g harus dibuka secara leluasa.
·
Ruang
politik. Pemerintah harus mengembangkan struktur kesempatan politik yang mampu
memfasilitasi proses partisipasi agar bisa berjalan dan berkembang dengan
optimal. Sistem politik dan institusi publik yang ada harus memberikan iklim
yan gkondusif bagi tumbuh kembangnya partisipasi
·
Ruang sosial.
Partisipasi hanya bisa berjalan dengan baik apabila struktur sosial yang ada di
dalam masyarakat bersifat egaliter. Apabila masih kental nuansa
patron-clientnya dan sangat elitis maka dalam setiap pembuatan keputusan hanya
melibatkan segelintir elite yang mereka hormati dan tidak akan bersifat
partisipatif (masyarakat dapat terlibat aktif). Para elite ini sangat
berpotensi dalam memobilisasikan massa atau mengatasnamakan rakyat untuk
menggolkan keinginan mereka.
3. Kesediaan
dan kepercayaan
Disini
dituntut adanya kesediaan dari pemerintah dan masyarakat. Pemerintah harus
bersedia dalam memberikan keleluasaan bagi masyarakat untuk terlibat dna
mempengaruhi keputusan-keputusan yang ada dalam proses kebijakan. Jikalau belum
ada kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi maka seyogyanya pemerintah
bersedia membuka ruang dan mekanisme yang memungkinkan partisipasi tersebut
bisa tumbuh dan berkembang. Selain itu juga adanya keharusan dari kesediaan
masyarakat untuk terlibat dalam proses pembuatan kebijakan yang ada. Kesediaan
ini akan muncul jika kesadaran citizenship (kesadaran nasional) akan pentingnya
hak dan kewajiban mereka sebagai warga negara sudah mengakar dalam benak masyarakat.
Tanpa adanya kesediaan masyarakat maka mustahil untuk terjadi proses
partisipasi karena hasrat publik merupakan input utama yang akan dikonversikan
menjadi kebijakan yang lebih responsif dan accountable.
4. Kemampuan
keleluasaan
dan kesediaan yang ada harus didukung oleh kemampuan pemerintah dan masyarakat
untuk mewujudkan nilai,prinsip dan mekanisme partisipasi yang kontinue. Setelah
kita mengetahui deskripsi (gambaran) secara garis besar (umum) tentang
partisipasi politik selanjutnya kami akan membahas tentang partisipasi politik
oleh kaum miskin. Apa, bagaimana dan rintangan apa saja yang akan dihadapi kaum
miskin dalam berpartisipasi dalam politik? Tetapi sebelumnya kita harus tahu
terlebih dahulu, siapakah orang atau kaum miskin itu ?
3. Definisi Kaum miskin
(marjinal).
Kaum miskin ( The Poor) yang
kami maksudkan disini adalah :
1.
Di daerah
pedesaan yaitu petani atau buruh tani pada tingkat subsistensi dan di bawah
subsistensi (sub-subsistensi).
-subsistensi
: mereka yang memiliki, menyewa, menggarap lahan ( yang hampir-hampir tidak
mencukupi untuk menghidupi diri mereka dan keluarga) atas dasar perjanjian bagi
hasil atau dapat memanfaatkan berdasarkan tradisi komunal
– sub-subsistensi
: mereka yang memiliki, menyewa atau menggarap lahan yang lebih kecil lagi atau
mereka yang tidak memiliki lahan sama sekali, yang sebagian besar atau bahkan
seluruh penghasilannya tergantung kepada upah yang mereka peroleh sebagai buruh
2. Di daerah perkotaan yaitu
mereka yang berpendidikan atau berketerampilan rendah atau bahkan tidak
berpendidikan dan tidak memiliki keterampilan sama sekali, yang memiliki
pekerjaan tidak terjamin, dengan upah yang rendah dan tidak adanya kemungkinan
untuk memperoleh kedudukan yang lebih baik. Biasanya mereka bekerja pada
perusahaan-perusahaan manufaktur atau pekerjaan jasa seperti menjadi pembantu
rumah tangga, buruh bangunan, kuli angkut, dll.
Orang-orang semacam ini adalah
mereka yang berada di lapisan paling bawah dari pendistribusian pendapatan di
kota di kebanyakan negara berkembang.
4. Penyebab Rendahnya
Partisipasi Politik Kaum Miskin
Dengan
keadaan ekonomi yang begitu susah, didukung lagi dengan keadaan politik dan
pemerintahan kita yang semakin kacau dan semakin kapitalis ini, apakah mereka
masih punya harapan untuk meminta perlindungan dan penghidupan yang lebih layak
kepada pemerintah (policy makers) dengan ikut aktif berpartisipasi untuk
mengisi ruang publik yang terbuka lebar saat ini? Menurut penelitian Samuel
Huntington dan Joan Nelson yang dilakukan di negara-negara berkembang
menyimpulkan bahwa orang-orang miskin biasanya tidak begitu antusias dalam
berpartisipasi politik.
Hal ini disebabkan karena :
·
pada
umumnya, lingkup kegiatan pemerintah yang mempunyai relevansi langsung dengan
kebutuhan ataupun kepentingan rakyat miskin sangat terbatas. Contohnya dalam
pelayanan kesehatan ataupun program-program pekerjaan umum untuk mengurangi
penggangguran. Jikalau negara menyediakan pelayanan kesehatan, mereka akan
memberikan pelayanan dengan kualitas dan fasilitas yang sangat minim dan tidak
berkualitas.Dengan adanya keterbatasan lingkup ini maka usaha-usaha masyarakat
untuk mengadakan kontak baik secara perorangan maupun kelompok dengan
badan-badan pemerintahan untuk membantu mengatasi atau memenuhi kebutuhan
mereka yang mendesak dianggap tidak relevan lagi atau sangat tidak mungkin
untuk dilakukan. Dan menurut mereka (rakyat miskin) lebih tidak masuk akal lagi
untuk melakukan tindakan kolektif bersama dengan kaum miskin lainnya dalam
upaya untuk mempengaruhi pemerintah.
·
dengan
adanya space yang sangat tidak mungkin untuk mereka akses agar dapat
benar-benar bisa mengartikualsikan kepentingannya kepada pemerintah dan
pemerintah benar-benar dapat mengapresiasi dan merealisasi keinginan mereka,
maka mereka malah lebih mengandalkan orang lain. Mereka lebih berpaling kepada
anggota-anggota keluarga atau tetangga mereka yang bisa membantu, pendeta atau
pemuka-pemuka agama lainnya, pemilik warung, tuan tanah, guru atau mungkin bisa
siapa saja yang lebih baik nasibnya dan mampu membantu mereka
·
karena
ketidaktahuan mereka, terutama rakyat miskin yang berada di daerah pedesaan.
Mereka mungkin tidak tahu bahwa ada kebijaksanaan dan program-program
pemerintah yang berhubungan langsung dengan kepentingan mereka, hal ini
dikarenakan karena adanya keterbatasan teknologi informatika untuk mengakses
informasi disana dan adanya keterbatasan pendidikan dan pengetahuan rakyat di
daerah pedesaan. Kita ketahui bahwa di kebanyakan daerah pedesaan pendidikan
dan perkembangan informasi berjalan sangat lamban dan apabila mereka
mendapatkan informasi, mereka mungkin juga tidak menyadari bahwa ada hubungan
yang sangat erat antara kepentingan-kepentingan mereka dengan
kebijakan-kebijakan tertentu yang dijalankan oleh pemerintah, seperti kurs mata
uang asing, insentif perpajakan yang mendorong inflasi yang semuanya itu
memiliki dampak langsung atas kepentingan mereka (rakyat miskin).
Tetapi
walaupun program-program nyata pemerintah tersebut sekarang ini sudah bisa
dirasakan, diakses oleh masyarakat , akan tetapi dalam hal-hal dimana
pemerintah dipandang relevanpun, orang-orang miskin cenderung untuk
berkesimpulan bahwa upaya individual dan kolektif untuk mempengaruhi pemerintah
secara signifikan tidak ada gunanya.
·
rakyat
miskin tidak memiliki sumber-sumber daya untuk berpartisipasi secara aktif dan
efektif, informasi yang kurang memadai, tidak memiliki kontak-kontak yang tepat
dan seringkali juga waktu.
·
orang miskin
cenderung untuk beranggapan bahwa permohonan-permohonan ataupun tekanan-tekanan
dari pihak mereka apakah yang dilakukan secara perorangan ataupun kolektif,
akan dianggap sepi atau ditolak oleh pemerintah dan anggapan itu sering kali
benar
·
jikalau
mereka berani mengartikulasikan apa keinginan mereka, seringkali justru
menimbulkan represi dari pihak pemerintah atau tindakan pembalasan dari
pihak-pihak partikelir yang merasa kepentingan mereka terancam oleh sikap
golongan miskin yang menuntut hak-hak mereka. Terutama mereka yang berada pada
batas atau di bawah subsistensi, mereka sangat rawan terhadap ancaman dari
pihak majikan, tuan tanah maupun kreditor. Hal ini sangat kental sekali di negara
kita terutama pada masa Orba, dimana semua hal yang berlawanan dengan keinginan
“negara” akan dengan tegas dan jelas mendapatkan represi dan ancaman dari
negara
·
rintangan-rintangan
yang menyebabkan partisipasi politik rendah adanya ikatan patron-client yang
sangat erat di masyarakat desa dan adanya kesulitan dalam melakukan kegiatan
politik yang terorganisir karena tiadanya rangsangan yang mengakar di dalam
fakta kehidupan masyarakat miskin karena dahulunya fatalisme sangat kuat dan
rasa hormat terhadap mereka yang lebih tinggi kedudukannya dari segi sosial dan
politik juga sangat kental sehingga mereka menganggap mereka memang pantas
untuk diikuti (memiliki kemampuan) dan kebijakan mereka adalah yang terbaik
sehingga rakyat sepenuhnya tunduk dan mengikuti kebijakan-kebijakan yang
ditetapkan
·
Disamping
itu partisipasi kaum miskin juga sangat dipengaruhi oleh keterbukaan sikap
golongan politik yang sudah mapan. Adanya keterbukaan mereka dalam membuka
kesempatan kepada mereka untuk berpartisipasi politik. Dalam faktanya mereka
seringkali memberikan sanksi-sanksi institusional dan sosial serta
tekanan-tekanan ataupun membuat peraturan-peraturan yang mempersulit
partisipasi. Misalnya saja pada awal 70-an, orang-orang buta huruf di Brazil
dan Ekuador tidak diperkenankan untuk memberikan suara,baru belakangan ini saja
mereka boleh mengggunakan hak suaranya; dalam pemilihan kotapraja di beberapa
daerah, masyarakat harus memenuhi syarat-syarat kekayaan.
1.
Kontak
Individual untuk Memperoleh Manfaat Khusus
Mencari
kontak individual untuk memperoleh manfaat khususnya merupakan bentuk yang
paling jelas dan mudah dari partisipasi politik yang otonom bagi mereka yang
tadinya bersikat apolitiks. Dari semua bentuk partisipasi politik, mengadakan
kontak individual menunjukkan hubungan yang paling jelas, langsung dan
(biasanya) segera antara tindakan dan hasilnya. Bentuk-bentuk partisipasi
lainnya membuahkan hasil-hasil yang seringkali tidak pasti, diperoleh setelah
lewat suatu jangka waktu tertentu dan secara bercampur-baur (diffused).
Tidak ada seorang pun partisipan yang bisa merasa pasti bahwa tindakan akan
membuahkan hasil yang pada umumnya dikehendaki, atau apakah dan kapan ia secara
pribadi akan memeproleh manfaatnya. Meskipun usaha mengadakan kontak itu
mungkin memerlukan banyak inisiatif dan keuletan, namun diperkirakan bahwa
orang-orang yang berpenghasilan rendah lebih sering melakukan kegiatan itu
daripada bentuk-bentuk partisipasi lainnya.
Kegiatan-kegiatan,
skeptisisme, dan kesulitan-kesulitan fisik atau sosial untuk menemui pejabat
semuanya membatasi kegiatan mengadakan kontak maupun bentuk-bentuk partisipasi
politik lainnya di kalangan kaum miskin di semua negara. Akan tetapi di
negara-negara yang sedang berkembang, kegiatan mengadakan kontak yang
partikularistik oleh kaum miskin itu seringkali dibatasi oleh satu rintangan
umum lainnya: lingkup yang relatif sempit dari pelayanan-pelayanan dan
manfaat-manfaat individual yang bisa diperoleh melalui badan-badan pemerintah.
Dimana
diketahui tersedia fasilitas-fasilitas, akan tetapi rakyat berpendapat bahwa
para pejabat tidak akan memberikan tanggapan atau akan menuntut uang suap yang
besar, mereka mungkin akan berusaha minta perantara seorang tokoh yang lebih
berpngaruh atau kaya. Dengan kata lain, adanya fasilitas-fasilitas yang
dianggap relevan namun tidak dapat diperoleh, menyebabkan kontak-kontak
dilakukan melalui saluran-saluaran patron bagi partisipasi yang
dimobilisasikan.
2. Partisipasi yang
Dimobilisasikan
Partisipan
dirangsang untung bertingkah-laku dengan cara-cara yang bertujuan untuk
mempengaruhi pemerintah tanpa adanya minat pribadi dari mereka.
Faktor-faktor/ fenomena-fenomena
lain yang bisa mempengaruhi tingkat partisipasi politik kaum miskin:
·
Lobi elite
politik, dengan adanya lobi elit politik yang tidak berusaha membahas masalah
bersama akan tetapi mencoba untuk merancang pembagian kekuasaan membuat
orang-orang miskin pesimis akan keikutsertaanya dalam kancah politik.
·
Serangan
fajar, inilah yang membuat orang-orang miskin yang awalnya pesimis akan
pengaruh dalam partisipasi politiknya menjadi sedikit tergugah. Nominal yang
tak seberapa dan mungkin hanya bisa untuk bertahan hidup dalm satu hari penuh
ia ambil sebagai balas jasa setelah memilih calon yang memberi nominal
tersebut.
3. Perhimpunan-perhimpunan
Kepentingan Khusus
Organisasi-organisasi
dengan kepentingan khusus di kalangan orang yang berpenghasilan rendah
mengandung banyak logika dari kegiatan mengadakan kontak khusus. Dan
organisasi-organisasi sifatnya tidak permanen,artinya organisasi ini biasanya
langsung membubarkan diri setelah tujuannya tercapai.Cara yang mereka
menggunakan adalah tindakan yang kolektif(bersama-bersama),sehingga mereka
dapat mengejar tujuan-tujuan yang melampaui tindakan yang dilakukan orang
dengan mengajukan petisi secara sendiri-sendiri
Kondisi-Kondisi bagi
Kelompok-KelompokKepentingan Khusus Berukuran Kecil
Beberapa persyaratan sebelum
organisasi semacam ini dapat tumbuh:
·
Harus ada
kesadaran tentang adanya masalah bersama yang dirasakan mempunyai prioritas
tinggi. Prioritas yang tinggi ini biasanya ditentukan oleh keadaan kehidupan
masyarakat pada waktu itu dan juga rencana-rencana untuk masa depan.
·
Persoalan
harus dianggap sebagai cocok atau masuk akal bagi tindakan atau bantuan
pemerintah yang segera dan spesifik.Beberapa masalah yang dianggap paling cocok
dengan tindakan pemerintah yang segera dan spesifik adalah masalah yang
pertama-pertama ditimbulkan oleh pemerintah sendiri.
·
Harus ada
semacam jaminan bahwa manfaat-manfaat akan dibagi rata,atau setidak-tidaknya
bahwa tidak akan ada perorangan atau klik yang mengantongi bagian terbesar dari
buah hasilnya.
Jaminan semacam ini akan diperoleh
jika manfaat yang sedang dicari itu sifatnya sedemikian rupa sehingga tiidak
dapat dibagi-bagi.
·
Partisipasi
yang bebas oleh orang-orang miskin membutuhkan pemimoin-pemimpin yang sedikit
banyaknya mengetahui bagaimana caranya menggunakan pengaruh.Di daerah pedesaan
pemimpin-pemimpin itu biasnya adalah orang memiliki sedikit banyak pengalaman
hidup di kota.
·
Akhirnya,tindakan
politik kolektif harus dianggap sebagai sama atau lebih “cost-effective”
dibandingkan dengan cara-cara alternatifnya.Artinya,kemungkinan bagi
tercapainya hasil-hasil yang diinginkan itu melalui tindakan politik kolektif
harus kelihatan sama baik atau lebih baik,atau setidaknya upaya atau resiko
yang dibutuhkan harus kelihatan lebih kecil,daripada apabila ditempuh cara-cara
lain untuk mencapai tujuan yang sama.
5. Taktik Kelompok kepentingan;
khusus di kalangan kaum miskin
Kelompok-kelopok
kepentingan di berbagai negara-negara berkembang bisanya menyampaikan seruannya
melalui koran-koran atau radio yang memang menyediakan ruangan khusus untuk
tulisan-tulisan atau berita lokal yang memang menguraikan masalah-masalah
komunitas tertentu atau usaha-usaha swadaya dan seruan-seruan minta bantuan
dari kelompok-kelompok khusus.
Tidak hanya
tujuan-tujuan kelompok kepentingan khusus itu kecil dan taktik-taktik mereka
moderat, akan tetapi upaya-upaya mereka biasanya berumur pendek atau sporadis.
Pada mulanya kelompok-kelompk orang miskin bersikap sinis dan masa bodoh, serta
terpecah-pecah, sementara mereka mencurigai pemimpin-pemimpin mereka sendiri,
maka sulitlah untuk melibatkan mereka ke dalam tindakan kolektif. Karena, jika
terlibat mereka mudah berkecil hati dan yang merupakan paradoks adalah bahwa
keberhasilan pun mengancam kelangsungan hidup organisasi.
Efek Organisasi-Organisasi
Kepentingan Khusus Berukuran Kecil
Kelompok-kelompok
kepentingan khusus yang berukuran kecil di kalangan kaum miskin memiliki
implikasi politik yang lebih luas daripada ketika mengadakan kontak individual.
Baik melalui kontak individual maupun partisipasi kelompok-kelompok kepentingan
khusus yang berukuran kecil, keduanya menghasilkan manfaat bagi kaum miskin.
Frekuensi dan volume kedua jenis partisipasi tersebut dapat mencerminkan sebuah
keberhasilan. Tetapi bila kesemua volume tuntutan individual atau kelompok
kecil yang diajukan oleh kaum miskin sangat besar maka kemungkinannya tidak
akan mempunyai pengaruh yang berarti terhadap sisitem politik yag lebih luas.
Tekanan-tekanan yang jika dibiarkan dapat mengambil bentuk yang kolektif dan
ditujukan terhadap langkah-langkah penyusunan kebijaksanaan sesungguhnya yang
disalurkan sedemikian rupa sehingga menjadi tuntutan kecil yang
terpisah-pisahkan yang dapat dipenuhi seluruhnya atau untuk sebagian.
Tetapi
kelompok-kelompok kepentingan khusus memiliki dampak yang besar terhadap sikap
dan persepsi politik tiap anggotanya. Dengan mengontrol efek-efek usia, status
sosio-ekonomi, dan lamanya waktu tinggal di kota kita dapat menemukan dalam hal
respondennya secara keseluruhan bahwa kontak-kontak dengan pemerintah dan
jasa-jasa pribadi yang telah diterima mempunyai kaitan yang positif dan cukup
kuat dengan perasaan efektifitas politik pribadi, rasa bangga dan identifikasi
dengan lembaga politik nasional, dukungan umum kepada sistem politik dan
persepsi mengenai tanggapan pemerintah terhadap tekanan-tekanan warganya.
Pengalaman
yang berhasil dalam partisipasi melalui kelompok-kelompok kecil dapat
meningkatkan perasaan efektifitas politik. Bentuk, tujuan dan lamanya usia
kelompok-kelompok seperti itu cenderung sangat terbatas sampai sejauh mana
sikap yang dibentuk oleh pengalaman yang berhasil dengan himpunan di lingkungan
sekitarnya, koperasi pedesaan atau organisasi kecil yang dapat dialihkan kepada
partisipasi yang diorganisasikan atas dasar yang berbeda.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Bagi
kebanyakan orang miskin dalam kondisi-kondisi yang paling lazim, partisipasi
politik, baik dulu maupun sekarang secara objektif merupakan suatu cara yang
sulit dan mungkin tidak efektif untuk menanggulangi masalah-masalah mereka.
Hasil survei yang dilakukan Huntington di beberapa negara berkemabang
mencerminkan hal itu, hanya sebagian kecil saja dari orang-orang yang
berpenghasilan dan berpendidikan rendah yang mempunyai minat dalam politik dan
menganggap politik relevan dengan urusan mereka dan mereka juga merasa bisa
ikut mempengaruhi pemerintah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar